A.
PENGERTIAN "Rukun" dari Bahasa Arab "ruknun" artinya
asas-asas atau dasar, seperti rukun Islam. Rukun dalam arti adjektiva adalah
baik atau damai. Kerukunan hidup umat beragama artinya hidup dalam suasana
damai, tidak bertengkar, walaupun berbeda agama. Kerukunan umat beragama adalah
program pemerintah meliputi semua agama, semua warga negara RI.
Pada
tahun 1967 diadakan musyawarah antar umat beragama, Presiden Soeharto dalam
musyawarah tersebut menyatakan antara lain: "Pemerintah tidak akan
menghalangi penyebaran suatu agama, dengan syarat penyebaran tersebut ditujukan
bagi mereka yang belum beragama di Indonesia. Kepada semua pemuka agama dan
masyarakat agar melakukan jiwa toleransi terhadap sesama umat beragama".
Pada
tahun 1972 dilaksanakan dialog antar umat beragama. Dialog tersebut adalah
suatu forum percakapan antar tokoh-tokoh agama, pemuka masyarakat dan
pemerintah. Tujuannya adalah untuk mewujudkan kesadaran bersama dan menjalin
hubungan pribadi yang akrab dalam menghadapi masalah masyarakat
B.
TUJUAN
Pendidikan Agama Islam – Hal 1
Kerukunan umat
beragama bertujuan untuk memotivasi dan mendinamisasikan semua umat beragama
agar dapat ikut serta dalam pembangunan bangsa.
C. LANDASAN
HUKUM
1. Landasan
Idiil, yaitu Pancasila (sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa).
2. Landasan
Konstitusional, yaitu Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 29 ayat 1:
"Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa". Dan Pasal 29 ayat 2:
"Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya
itu".
3. Landasan
Strategis, yaitu Ketatapan MPR No.IV tahun 1999 tentang Garis-Garis
Besar Haluan Negara. Dalam GBHN dan Program Pembangunan Nasional (PROPENAS)
tahun 2000, dinyatakan bahwa sasaran pembangunan bidang agama adalah
terciptanya suasana kehidupan beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, yang penuh keimanan dan ketaqwaan, penuh kerukunan yang dinamis antar umat
beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, secara bersama-sama
makin memperkuat landasan spiritual., moral dan etika bagi pembangunan nasional,
yang tercermin dalam suasana kehidupan yang harmonis, serta dalam kukuhnya
persatuan dan kesatuan bangsa selaras dengan penghayatan dan pengamalan
Pancasila.
4. Landasan
Operasional
a. UU No.
1/PNPS/l 965 tentang larangan dan pencegahan penodaan dan penghinaan agama
b. Keputusan
bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama RI. No.01/Ber/Mdn/1969 tentang
pelaksanaan aparat pemerintah
yang menjamin
ketertiban dan kelancaran pelaksanaan dan pengembangan ibadah
pemeluk agama oleh
pemeluknya.
c. SK. Menteri
Agama dan Menteri Dalam Negeri RI. No.01/1979 tentang tata cara pelaksanaan
pensyiaran agama dan bantuan luar negeri kepada lembaga-lembaga keagamaan
swasta di Indonesia.
d. Surat edaran
Menteri Agama RI. No.MA/432.1981 tentang penyelenggaraan peringatan hari besar
keagamaan
D. WADAH
KERUKUNAN KEHIDUPAN BERAGAMA
Pada awalnya
wadah tersebut diberi nama Konsultasi Antar Umat Beragama, kemudian berubah
menjadi Musyawarah Antar Umat Beragama. Ada tiga kerukunan umat beragama, yaitu
sebagai berikut:
1. Kerukunan
antar umat beragama.
2. Kerukunan
intern umat beragama.
3. Kerukunan
umat beragama dengan pemerintah.
Usaha
memelihara kesinambungan pembangunan nasional dilakukan antara lain:
1. Menumbuhkan
kesadaran beragama.
2. Menumbuhkan
kesadaran rasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap Pancasila dan UUD 1945.
3. Menanamkan
kesadaran untuk saling memahami kepentingan agama masing-masing.
4. Mencapai
masyarakat Pancasila yang agamis dan masyarakat beragama Pancasilais.
Usaha
tersebut pada prinsipnya:
a. Tidak
mencampuradukan aqidah dengan bukan aqidah.
b. Pertumbuhan
dan kesemarakan tidak menimbulkan perbenturan.
c. Yang
dirukunkan adalah warga negara yang berbeda agama, bukan aqidah dan ajaran
agama.
d. Pemerintah
bersikap preventif agar terbina stabilitas dan ketahanan nasional serta
terwujudnya
persatuan dan kesatuan bangsa.
E. PEMBANGUNAN
KEHIDUPAN BERAGAMA
1. Agama Sebagai
Sumber Nilai Pembangunan
a. Pembangunan
untuk mencapai kebahagiaan hidup.
b. Kebahagiaan
material nisbi, kebahagiaan mutlak dari Allah, yaitu kebahagiaan batiniah dan
lahiriah.
c. Hakikat
pembangunan adalah manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia
dengan segala totalitasnya, peradabannya, kebudayaannya dan agamanya.
d. Bila tidak
total akan terjadi penyimpangan. Ini bertentangan dengan pembangunan nasional
e. Aspirasi
sosial harus sejalan dengan keutuhan hidup secara perorangan masyarakat.
f. Pembangunan
untuk membangun manusia dan agama untuk kebahagiaan manusia.
g. Pembangunan
perlu nilai agama, agama memberi bentuk, arti dan kualitas hidup.
h. Agama memberi
motivasi dan tujuan pembangunan.
2. Agama dan
Ketahanan Nasional
a. Ketahanan
nasional berarti menyatukan kekuatan rakyat bersama aparat pemerintah dan alat
keagamaan pemerintah.
b. Agama besar
di dunia mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan bangsa dalam
wujud tradisi dan adat istiadat, serta corak kebudayaan Indonesia.
c. Usaha bangsa
Indonesia memerdekakan bangsa dan negara tidak terlepas dari pengaruh dan
motivasi agama
d. Ketahanan
nasional adalah dari, oleh dan untuk seluruh bangsa Indonesia yang
beragama, maka
ketahanan nasional harus terangkat dengan dukungan umat
beragama.
F. POLA
PEMBINAAN KERUKUNAN HIDUP BERAGAMA
1. Perlunya
Kerukunan Hidup Beragama
a. Manusia
Indonesia satu bangsa, hidup dalam satu negara, satu ideologi Pancasila. Ini
sebagai titik tolak pembangunan.
b. Berbeda suku,
adat dan agama saling memperkokoh persatuan.
c. Kerukunan
menjamin stabilitas sosial sebagai syarat mutlak pembangunan.
d. Kerukunan
dapat dikerahkan dan dimanfaatkan untuk kelancaran pembangunan.
e. Ketidak
rukunan menimbulkan bentrok dan perang agama, mengancam kelangsungan hidup
bangsa dan negara.
f. Pelita III:
kehidupan keagamaan dan kepercayaan makin dikembangkan sehingga terbina hidup
rukun di antara sesama umat beragama untuk memperkokoh kesatuan dan persatuan
bangsa dalam membangun masyarakat.
g. Kebebasan
beragama merupakan beban dan tanggungjawab untuk memelihara ketentraman
masyarakat.
2. Kerukunan
Intern Umat Beragama
a. Pertentangan
di antara pemuka agama yang bersifat pribadi jangan mengakibatkan perpecahan di
antara pengikutnya.
b. Persoalan
intern umat beragama dapat diselesaikan dengan semangat kerukunan atau tenggang
rasa dan kekeluargaan.
3. Kerukunan
Antar Umat Beragama
a.
Keputusan
Menteri Agama No.70 tahun 1978 tentang pensyiaran agama sebagai rule
of
game bagi
pensyiaran dan pengembangan agama untuk menciptakan kerukunan hidup antar umat
beragama.
b. Pemerintah
memberi perintah pedoman dan melindungi kebebasan memeluk agama dan melakukan
ibadah menurut agamanya masing-masing.
c. Keputusan
Bersama Mendagri dan Menag No.l tahun 1979 tentang tata cara pelaksanaan
pensyiaran agama dan bantuan luar negeri bagi lembaga keagamaan di Indonesia.
4. Kerukunan
Antar Umat Beragama dengan Pemerintah
a. Semua pihak
menyadari kedudukannya masing-masing sebagai komponen orde baru dalam
menegakkan kehidupan berbangsa dan bernegara.
b. Antara
pemerintah dengan umat beragama ditemukan apa yang saling diharapkan untuk
dilaksanakan.
c. Pemerintah
mengharapkan tiga prioritas, umat beragama, diharapkan partisipasi aktif dan
positif dalam:
1) Pemantapan
ideologi Pancasila;
2) Pemantapan
stabilitas dan ketahanan nasional;
3) Suksesnya
pembangunan nasional;
4) Pelaksanaan
tiga kerukunan harus simultan.
Pembinaan tiga
kerukunan tersebut harus simultan dan menyeluruh sebab hakikat ketiga bentuk
itu saling berkaitan.
Tahap-tahap
kerukunan:
Musyawarah
antar umat beragama → pendekatan bersifat politis.
1) Pertemuan dan
dialog → bersifat ilmiah filosofis menghasilkan agree in disagreement =
setuju dalam perbedaan.
2) Pendekatan
praktis pragmatis yaitu meningkatkan pelayanan kepada masyarakat agar kehidupan
beragama makin semarak, dalam kehidupan pribadi, masyarakat dan bernegara.
Pada tanggal 30
Juni 1980 di bentuk wadah musyawarah antar umat beragama dalam keputusan
Menteri Agama RI. No.35 tahun 1980 yang ditanda tangani wakil-wakil dari:
1. Majelis Ulama
Indonesia (MUI) dari golongan Islam.
2. Dewan
Gereja-gereja Indonesia (DGI) dari golongan Kristen Protestan.
3. Majelis Agung
Wali Gereja Indonesia (MAWI) dari golongan Katolik.
4. Prasida Hindu
Darma Pusat (PHDP) dari golongan Hindu.
5. Perwalian
Umat Budha Indonesia (WALUBI) dari golongan Budha.
6. Sekretaris
Jenderal Departemen Agama.
G.
LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN KERUKUNAN HIDUP BERAGAMA
1. Dasar
Pemikiran
a. Landasan
falsafat Pancasila dan Pembangunan Bangsa.
b. Pancasila
mengandung dasar yang dapat diterima semua pihak.
c. Pembangunan
tersebut wajib dilaksanakan dan disukseskan.
d. Kerukunan
bukan status quo, tetapi sebagai perkembangan masyarakat yang sedang membangun
dengan berbagai tantangan dan persoalan.
e. Kerukunan
menimbulkan sikap mandiri
2. Pedoman
Pensyiaran Agama
a. Pupuk rasa
hormat-menghormati dan percaya-mempercayai.
b. Hindarkan
perbuatan menyinggung perasaan golongan lain.
c. Pensyiaran
jangan pada orang yang sudah beragama, dengan bujukan dan tekanan.
d. Jangan
pengaruhi orang yang telah menganut agama lain dengan: datang ke rumah, janji,
hasut dan menjelekkan.
e. Pensyiaran
jangan dengan pamflet, majalah, obat dan buku di daerah atau rumah orang yang
beragama lain.
3. Bantuan Luar
Negeri
a. Bantuan luar
negeri hanya untuk pelengkap.
b. Pemerintah
berhak mengatur, membimbing dan mengarahkan agar bermanfaat dan sesuai dengan
fungsi dan tujuan bantuan.
4. TindakLanjut
a. Pemerintah
perlu mengatur pensyiaran agama.
b. Pensyiaran
dilandaskan saling harga-menghargai, hormat-menghormati dan penghormatan hak
seseorang memeluk agamanya.
c. Perlu sikap
terbuka.
d. Bantuan luar
negeri agar bermanfaat selaras dengan fungsi dan tujuan bantuan.
5.
Peraturan-peraturan tentang Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama
a. Dakwah
Dakwah melalui
radio tidak mengganggu stabilitas nasional, tidak mengganggu pembangunan
nasional dan tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
Keputusan
Menteri Agama No.44 tahun 1978 :
Dakwah;
pengajian, majelis taklim, peringatan hari besar Islam, upacara keagamaan,
ceramah agama, drama dan pertunjukkan seni serta usaha pembangunan seperti:
madrasah, poliklinik, rumah sakit, rumah jompo dsb.
b. Aliran
Kepercayaan (Surat Menag No.B/5943/78)
Diantaranya
adalah: Tidak merupakan agama dan tidak mengarah kepada pembentukan agama baru,
pembinaannya tidak termasuk DEPAG, penganut kepercayaan tidak kehilangan
agamanya, serta tidak ada sumpah, perkawinan, kelahiran dan KTP menurut
kepercayaan (Tap MPR No.IV/ MPR/78).
c. Tenaga asing
Diantaranya
adalah: tenaga asing harus memiliki izin bekerja tertulis dari Depnaker, diklat
bagi tenaga WNI untuk menggantikan WNA, orang asing dapat melakukan kegiatan
keagamaan dengan seizin Menag, Instruksi Menag. No.10 tahun l968, serta
Keputusan Menag. No.23 tahun 1997 dan No.49 tahun 1980.
d. Buku-buku
1) Jaksa Agung
berwenang melarang buku yang dapat mengganggu ketertiban umum.
2) Barang siapa
menyimpan, memiliki, mengumumkan, menyampaikan, menyebarkan, menempelkan,
memperdagangkan dan mencetak kembali barang cetakan yang terlarang di hukum
dengan hukuman kurungan setinggi-tingginya 1 tahun.
3) Kepala Kantor
Wilayah Departemen Agama agar:
a) Mengawasi dan
meneliti peredaran mushaf Al-Qur'an dalam masyarakat dan toko, apakah sudah ada
tanda tashih dari lajnah/panitia pentashih apa belum.
b) Segera
melaporkan kepada Balitbang Depag bila terdapat mushaf yang belum ada tanda
tashih.
e. Pembangunan
tempat ibadah
1) Pembangunan
tempat ibadah perlu izin Kepala Daerah.
2) Kepala Daerah
mengizinkan pendirian sarana ibadah setelah mempertimbangkan: pendapat Kanwil
Depag setempat, planologi, dan kondisi keadaan setempat.
3) Surat
permohonan ditujukan kepada Gubernur, dilampiri: keterangan tertulis dari lurah
setempat, jumlah umat yang akan menggunakan dan domisili, surat keterangan
status tanah oleh kantor agraria, peta situasi dari Sudin Tata Kota, rencana
gambar, dan daftar susunan pengurus/panitia.
4) Kepala Daerah
membimbing dan mengawasi, agar penyebaran agama: tidak menimbulkan perpecahan,
tidak disertai intimidasi, bujukan, paksaan dan ancaman, serta tidak melanggar
hukum, keamanan dan ketertiban umum.
H. POKOK-POKOK
AJARAN ISLAM TENTANG KERUKUNAN HIDUP BERAGAMA
Kerukunan hidup
umat beragama di Indonesia adalah program pemerintah sesuai dengan GBHN tahun
1999 dan Propenas 2000 tentang sasaran pembangunan bidang agama. Kerukunan
hidup di Indonesia tidak termasuk aqidah atau keimanan menurut ajaran agama
yang dianut oleh warga negara Indonesia, yaitu Islam, Kristen Protestan,
Katolik, Hindu dan Budha. Setiap umat beragama di beri kesempatan melakukan
ibadah sesuai dengan keimanan dan kepercayaan masing-masing.
1. Pengertian
Kerukunan Menurut Islam
Kerukunan dalam
Islam diberi istilah "tasamuh " atau toleransi. Sehingga yang di
maksud dengan toleransi ialah kerukunan sosial kemasyarakatan, bukan dalam
bidang aqidah Islamiyah (keimanan), karena aqidah telah digariskan secara jelas
dan tegas di dalam Al-Qur'an dan Al-Hadits. Dalam bidang aqidah atau keimanan
seorang muslim hendaknya meyakini bahwa Islam adalah satu-satunya agama dan
keyakinan yang dianutnya sesuai dengan firman Allah S WT. dalam Surat
Al-Kafirun (109) ayat 1-6 sebagai berikut:
Artinya: "Katakanlah,
" Hai orang-orang kafir!". Aku tidak menyembah apa yang kamu sembah.
Dan tiada (pula) kamu menyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku bukan penyembah
apa yang biasa kamu sembah Dan kamu bukanlah penyembah Tuhan yang aku sembah.
Bagimu agamamu dan bagiku agamaku".
Sikap
sinkritisme dalam agama yang menganggap bahwa semua agama adalah benar tidak
sesuai dan tidak relevan dengan keimanan seseorang muslim dan tidak relevan
dengan pemikiran yang logis, meskipun dalam pergaulan sosial dan kemasyarakatan
Islam sangat menekankan prinsip toleransi atau kerukunan antar umat beragama.
Apabila terjadi perbedaan pendapat antara anggota masyarakat (muslim) tidak
perlu menimbulkan perpecahan umat, tetapi hendaklah kembali kepada Al-Qur'an
dan Al-Hadits.
Dalam sejarah
kehidupan Rasulullah SAW., kerukunan sosial kemasyarakatan telah ditampakkan
pada masyarakat Madinah. Pada saat itu rasul dan kaum muslim hidup berdampingan
dengan
masyarakat
Madinah yang berbeda agama (Yahudi danNasrani). Konflik yang terjadi kemudian
disebabkan adanya penghianatan dari orang bukan Islam (Yahudi) yang melakukan
persekongkolan untuk menghancurkan umat Islam.
2. Pandangan
Islam Terhadap Pemeluk Agama lain
a. Darul Harbi (daerah yang wajib
diperangi)
Islam merupakan
agama rahmatan lil-'alamin yang memberikan makna bahwa perilaku Islam (penganut
dan pemerintah Islam) terhadap non muslim, dituntut untuk kasih sayang dengan
memberikan hak dan kewajibannya yang sama seperti halnya penganut muslim
sendiri dan tidak saling mengganggu dalam masalah kepercayaan. Islam membagi
daerah (wilayah) berdasarkan agamanya atas Darul Muslim dan Darul Harbi. Darul
Muslim adalah suatu wilayah yang didiami oleh masyarakat muslim dan
diberlakukan hukum Islam. Darul Harbi adalah suatu wilayah yang penduduknya
memusuhi Islam. Penduduk Darul Harbi selalu mengganggu penduduk Darul Muslim,
menghalangi dakwah Islam, melakukan penyerangan terhadap Darul Muslim. Terhadap
penduduk Darul Harbi yang demikian bagi umat Islam berkewajiban melakukan jihad
(berperang) melawannya, seperti difirmankan dalam Al-Qur'an Surat Al-Mumtahanah
(60) ayat 9 yang artinya:
"Sesungguhnya
Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi
kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain)
untuk mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka
itulah orang-orang yang zalim".
Di dalam sejarah
dinyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW. sebagai pendiri negara Islam Madinah dalam
memahami apakah negeri itu termasuk Darul Islam, Darul Harbi atau Daruz Zimmy.
Nabi SAW. berkirim surat kepada:
1)
Hercules
Maharaja Rumawy, yang diantar oleh perutusan di bawah pimpinan
Dakhiyah
bin Khalifah Al-Kalby Al-Khazrajy.
2) Kaisar
Persia, yang dibawa perutusan di bawah pimpinan Abdullah bin Huzaifah as-Sahmy.
3) Negus,
Maharaja Habsyah, yang diantar oleh perutusan di bawah pimpinan Umar bin
Umaiyah Al-Diamary.
4) Muqauqis,
Gubernur Jenderal Rumawy untuk Mesir, yang dibawa oleh perutusan di bawah
pimpinan Khatib bin Abi Balta'ah Al-Lakny.
5) Hamzah bin
Ali Al-Hanafy, Amir Negeri Yamamah, yang diantar perutusan di bawah pimpinan
Sulaith bin Amr Al-Amiry.
6) Al-Haris bin
Abi Syuruz, Amir Ghasan, dibawa oleh Syuja bin Wahab
7) Al-Munzir bin
Saury, Amir Al-Bakhrain, yang dibawa oleh perutusan di bawah pimpinan Al-Ala
bin Al-Khadlany.
8) Dua putera
Al-Jalandy, Jifar dan Ibad, yang dibawa oleh Amr bin Ash.
b.
Kufur Zimmy
Sekalipun
surat-surat Nabi SAW. ini tidak di terima dengan baik, namun dengan surat Nabi
SAW dapat diketahui mana Daruz Zimmy (yaitu daerah kekuasaan yang penguasa dan
masyarakatnya tidak beragama Islam, namun tidak membenci, menghalangi dan
menyerang Islam). Daruz Zimmy tidak boleh diperangi dan Islam mengharuskan
untuk menghormatinya. Sebaliknya Darul Harbi, yaitu suatu wilayah kekuasaan
yang mereka menyerang Islam, menghalangi dakwah Islam dan membenci serta
menyerang Darul Muslim, maka penguasa yang demikian mesti diserang dan diperangi
dengan jihad oleh penguasa Darul Muslim.
Dalam suatu
perintah Islam, tidaklah akan memaksa masyarakat untuk memeluk Islam dan Islam
hanya disampaikan melalui dakwah (seruan) yang merupakan kewajiban bagi setiap
muslim berdasarkan pemikiran wahyu yang menyatakan bahwa: "Tidak ada
paksaan untuk memasuki agama Islam". Kufur Zimmy ialah individu atau
kelompok masyarakat bukan Islam, akan tetapi mereka tidak membenci Islam, tidak
membuat kekacauan atau kerusakan, tidak menghalangi dakwah Islam. Mereka ini dinamakan
kufur zimmy yang harus dihormati oleh pemerintah Islam dan diperlakukan adil
seperti umat Islam dalam pemerintahan serta berhak diangkat sebagai tentara
dalam melindungi daerah Darul Muslim dan yang demikian adalah meneladani
pemerintahan Islam "Negara Madinah". Adapun agama keyakinan individu
atau kelompok kufur zimmy adalah diserahkan mereka sendiri dan umat Islam tidak
diperbolehkan mengganggu keyakinan mereka. Adapun pemikiran Al-Qur'an dalam
masalah kufur zimmy, seperti dalam Al-Qur'an Surat Al-Mumtahanah (60) ayat 8,
yang artinya: "Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku
adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula)
mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku
adil".
c.
Kufur Musta'man
Kufur Musta'man
ialah pemeluk agama lain yang meminta perlindungan keselamatan dan keamanan
terhadap diri dan hartanya. Kepada mereka Pemerintah Islam tidak memberlakukan
hak dan hukum negara. Diri dan harta kaum musta'man harus dilindungi dari
segala kerusakan dan kebinasaan serta bahaya lainnya, selama mereka berada di
bawah lindungan perintah Islam.
d. Kufur Mu'ahadah
Kufur Mu'ahadah
ialah negara bukan negara Islam yang membuat perjanjian damai dengan pemerintah
Islam, baik disertai dengan perjanjian tolong-menolong dan bela-membela atau
tidak.
3. Kerukunan
Intern Umat Islam
Kerukunan intern
umat Islam di Indonesia harus berdasarkan atas semangat ukhuwah Islamiyyah
(persaudaraan sesama muslim) yang tinggal di Negara Republik Indonesia, sesuai
dengan firman-Nya dalam Surat Al-Hujurat (49) ayat 10. Kesatuan dan persatuan
intern umat Islam diikat oleh kesamaan aqidah (keimanan), akhlak dan sikap
beragamanya didasarkan atas Al-Qur'an dan Al-Hadits.
Adanya perbedaan
pendapat di antara umat Islam adalah rahmat asalkan perbedaan pendapat itu
tidak membawa kepada perpecahan dan permusuhan (perang). Adalah suatu yang
wajar perbedaan pendapat disebabkan oleh masalah politik, seperti peristiwa
terjadinya golongan Ahlu Sunnah dan golongan Syi'ah setelah terpilihnya
Khalifah Ali bin Abi Thalib, juga munculnya partai-partai Islam yang semuanya
menjadikan Islam sebagai asas politiknya.
4. Kerukunan
Antar Umat Beragama Menurut Islam
Kerukunan umat
Islam dengan penganut agama lainnya di Indonesia didasarkan atas falsafah
Pancasila dan UUD1945. Hal-hal yang terlarang adanya toleransi adalah adanya
dalam masalah aqidah dan ibadah, seperti pelaksanaan sosial, puasa dan haji,
tidak dibenarkan adanya toleransi, sesuai dengan firman-Nya dalam Surat
Al-Kafirun (109) ayat 6, yang artinya : "Bagi kamu agamamu dan bagiku
agamaku".
I. KERUKUNAN
BERAGAMA DI INDONESIA
Kondisi
keberagamaan rakyat Indonesia sejak pasca krisis tahun 1997 sangat
memprihatinkan. Konflik bernuansa agama terjadi di beberapa daerah seperti
Ambon dan Poso. Konflik tersebut sangat mungkin terjadi karena kondisi rakyat
Indonesia yang multi etnis, multi agama dan multi budaya. Belum lagi kondisi
masyarakat Indonesia yang mudah terprovokasi oleh pihak ketiga yang merusak
watak bangsa Indonesia yang suka damai dan rukun. Sementara itu krisis ekonomi
dan politik terus melanda bangsa Indonesia, sehingga sebagian rakyat Indonesia
sudah sangat tertekan baik dari segi ekonomi, politik maupun beragama. Terakhir
peristiwa dihancurkannya gedung World Trade Centre pada tanggal 11 September
2001 dan bom Bali pada tanggal 12 Oktober 2002 yang menewaskan 180 orang, yang
berdampak diidentikkannya umat Islam dengan teroris dan dituduhnya Indonesia
sebagai sarang teroris.
Dalam menghadapi
konflik seperti di atas dan sesuai prinsip-prinsip kerukunan hidup beragama di
Indonesia, kebijakan umum yang harus dilaksanakan adalah sebagai berikut:
1. Kebebasan
beragama tidak membenarkan menjadikan orang lain yang telah menganut agama
tertentu menjadi sasaran propaganda agama yang lain.
2. Menggunakan
bujukan berupa memberi uang, pakaian, makanan dan lainnya supaya orang lain
pindah agama adalah tidak dibenarkan.
3. Penyebaran
pamflet, majalah, buletin dan buku-buku dari rumah ke rumah umat beragama lain
adalah terlarang.
4. Pendirian
rumah ibadah harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan umat dan
dihindarkan
timbulnya keresahan penganut agama lain kerena mendirikan rumah ibadah
di daerah
pemukiman yang tidak ada penganut agama tersebut.
5. Dalam masalah
perkawinan, terlarang perkawinan antara umat Islam dengan penganut agama lain,
seperti diatur dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974. Demikian pula
dalam Al-Qur'an pada Surat Al-Maidah (5) ayat 5 dan Al-Baqarah (2) ayat 221.
6. Sasaran
pembangunan bidang agama adalah terciptanya suasana kehidupan beragama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang penuh keimanan dan ketaqwaan,
kerukunan yang dinamis antar dan antara umat beragama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa secara bersama-sama makin memperkuat landasan spiritual,
moral dan etika bagi pembangunan nasional.
Sebagai warga
negara Indonesia, umat Islam Indonesia harus berpartisipasi secara langsung dalam
pembangunan negara Indonesia, bersama pemeluk agama lain. Islam tidak
membenarkan umat Islam bersikap eksklusif dalam tugas dan kewajiban bersama
sebagai anggota warga negara Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tulis pertanyaan dan komentar anda disini