NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional adalah suatu
proses yang berkelanjutan yang harus senantiasa tanggap terhadap
berbagai dinamika yang terjadi di masyarakat;
b. bahwa globalisasi informasi telah menempatkan
Indonesia sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia sehingga
mengharuskan dibentuknya pengaturan mengenai pengelolaan Informasi dan
Transaksi Elektronik di tingkat nasional sehingga pembangunan Teknologi
Informasi dapat dilakukan secara optimal, merata, dan menyebar ke
seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa;
c. bahwa perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi
yang demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan
manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah memengaruhi
lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru;
d. bahwa penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi
harus terus dikembangkan untuk menjaga, memelihara, dan memperkukuh
persatuan dan kesatuan nasional berdasarkan Peraturan Perundang-undangan
demi kepentingan nasional;
e. bahwa pemanfaatan Teknologi Informasi berperan
penting dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat;
f. bahwa pemerintah perlu mendukung pengembangan
Teknologi Informasi melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya
sehingga pemanfaatan Teknologi Informasi dilakukan secara aman untuk
mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan
sosial budaya masyarakat Indonesia;
g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, perlu
membentuk Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
Mengingat: Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
1. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan
data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara,
gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy
atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau
perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh
orang yang mampu memahaminya.
2. Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang
dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media
elektronik lainnya.
3. Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk
mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan,
menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.
4. Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi
Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan
dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya,
yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer
atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan,
suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda,
angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makan atau arti
atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
5. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan
prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan,
mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan,
mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.
6. Penyelenggaraan Sistem Elektronik adalah pemanfaatan
Sistem Elektronik oleh penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha,
dan/atau masyarakat.
7. Jaringan Sistem Elektronik adalah terhubungnya dua Sistem Elektronik atau lebih, yang bersifat tertutup ataupun terbuka.
8. Agen Elektronik adalah perangkat dari suatu Sistem
Elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan terhadap suatu
Informasi Elektronik tertentu secara otomatis yang diselenggarakan oleh
Orang.
9. Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang
bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas
yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam Transaksi
Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.
10. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah badan
hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya, yang memberikan
dan mengaudit Sertifikat Elektronik.
11. Lembaga Sertifikasi Keandalan adalah lembaga
independen yang dibentuk oleh profesional yang diakui, disahkan, dan
diawasi oleh Pemerintah dengan kewenangan mengaudit dan mengeluarkan
sertifikat keandalan dalam Transaksi Elektronik.
12. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang
terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau
terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat
verifikasi dan autentikasi.
13. Penanda Tangan adalah subjek hukum yang terasosiasikan atau terkait dengan Tanda Tangan Elektronik.
14. Komputer adalah alat untuk memproses data
elektronik, magnetik, optik, atau sistem yang melaksanakan fungsi
logika, aritmatika, dan penyimpanan.
15. Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan.
16. Kode Akses adalah angka, huruf, simbol, karakter
lainnya atau kombinasi di antaranya, yang merupakan kunci untuk dapat
mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik lainnya.
17. Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik.
18. Pengirim adalah subjek hukum yang mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
19. Penerima adalah subjek hukum yang menerima Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dari Pengirim.
20. Nama Domain adalah alamat internet penyelenggara
negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan
dalam berkomunikasi melalui internet, yang berupa kode atau susunan
karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu dalam
internet.
21. Orang adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara asing, maupun badan hukum.
22. Badan Usaha adalah perusahaan perseorangan atau
perusahaan persekutuan, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak
berbadan hukum.
23. Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 3
a. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;
b. mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
c. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;
d. membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap
Orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan
pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab;
dan
e. memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi.
INFORMASI, DOKUMEN, DAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK
Pasal 5
(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
(2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang
berlaku di Indonesia.
(3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
(4) Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
a. surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan
b. surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang
harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh
pejabat pembuat akta.
(1) Kecuali diperjanjikan lain, waktu pengiriman suatu
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik ditentukan pada saat
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik telah dikirim dengan
alamat yang benar oleh Pengirim ke suatu Sistem Elektronik yang ditunjuk
atau dipergunakan Penerima dan telah memasuki Sistem Elektronik yang
berada di luar kendali Pengirim.
(2) Kecuali diperjanjikan lain, waktu penerimaan suatu
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik ditentukan pada saat
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki Sistem
Elektronik di bawah kendali Penerima yang berhak.
(3) Dalam hal Penerima telah menunjuk suatu Sistem
Elektronik tertentu untuk menerima Informasi Elektronik, penerimaan
terjadi pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
memasuki Sistem Elektronik yang ditunjuk.
(4) Dalam hal terdapat dua atau lebih sistem informasi
yang digunakan dalam pengiriman atau penerimaan Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik, maka:
a. waktu pengiriman adalah ketika Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik memasuki sistem informasi pertama yang
berada di luar kendali Pengirim;
b. waktu penerimaan adalah ketika Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik memasuki sistem informasi terakhir yang
berada di bawah kendali Penerima.
(1) Setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan Transaksi Elektronik dapat disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan.
(2) Ketentuan mengenai pembentukan Lembaga Sertifikasi
Keandalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
(1) Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan;
b. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;
c. segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
d. segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang
terkait dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut setelah waktu
penandatanganan dapat diketahui;
e. terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penandatangannya; dan
f. terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa
Penanda Tangan telah memberikan persetujuan terhadap Informasi
Elektronik yang terkait.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang Tanda Tangan
Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
(1) Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan
Elektronik berkewajiban memberikan pengamanan atas Tanda Tangan
Elektronik yang digunakannya.
(2) Pengamanan Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi:
a. sistem tidak dapat diakses oleh Orang lain yang tidak berhak;
b. Penanda Tangan harus menerapkan prinsip
kehati-hatian untuk menghindari penggunaan secara tidak sah terhadap
data terkait pembuatan Tanda Tangan Elektronik;
c. Penanda Tangan harus tanpa menunda-nunda,
menggunakan cara yang dianjurkan oleh penyelenggara Tanda Tangan
Elektronik ataupun cara lain yang layak dan sepatutnya harus segera
memberitahukan kepada seseorang yang oleh Penanda Tangan dianggap
memercayai Tanda Tangan Elektronik atau kepada pihak pendukung layanan
Tanda Tangan Elektronik jika:
1. Penanda Tangan mengetahui bahwa data pembuatan Tanda Tangan Elektronik telah dibobol; atau
2. keadaan yang diketahui oleh Penanda Tangan dapat
menimbulkan risiko yang berarti, kemungkinan akibat bobolnya data
pembuatan Tanda Tangan Elektronik; dan
d. dalam hal Sertifikat Elektronik digunakan untuk
mendukung Tanda Tangan Elektronik, Penanda Tangan harus memastikan
kebenaran dan keutuhan semua informasi yang terkait dengan Sertifikat
Elektronik tersebut.
(3) Setiap Orang yang melakukan pelanggaran ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertanggung jawab atas segala
kerugian dan konsekuensi hukum yang timbul.
PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI ELEKTRONIK DAN SISTEM ELEKTRONIK
Bagian Kesatu
Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik
Pasal 13
(1) Setiap Orang berhak menggunakan jasa Penyelenggara Sertifikasi Elektronik untuk pembuatan Tanda Tangan Elektronik.
(2) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik harus memastikan keterkaitan suatu Tanda Tangan Elektronik dengan pemiliknya.
(3) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik terdiri atas:
a. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia; dan
b. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing.
b. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing.
(4) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia berbadan hukum Indonesia dan berdomisili di Indonesia.
(5) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing yang beroperasi di Indonesia harus terdaftar di Indonesia.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelenggara
Sertifikasi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
a. metode yang digunakan untuk mengidentifikasi Penanda Tangan;
b. hal yang dapat digunakan untuk mengetahui data diri pembuat Tanda Tangan Elektronik; dan
c. hal yang dapat digunakan untuk menunjukkan keberlakuan dan keamanan Tanda Tangan Elektronik.
Penyelenggaraan Sistem Elektronik
Pasal 15
(1) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus
menyelenggarakan Sistem Elektronik secara andal dan aman serta
bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem Elektronik sebagaimana
mestinya.
(2) Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektroniknya.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa,
kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.
(1) Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang
tersendiri, setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib mengoperasikan
Sistem Elektronik yang memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut:
a. dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik secara utuh sesuai dengan masa retensi yang
ditetapkan dengan Peraturan Perundang-undangan;
b. dapat melindungi ketersediaan, keutuhan,
keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan Informasi Elektronik dalam
Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
c. dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
d. dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang
diumumkan dengan bahasa, informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh
pihak yang bersangkutan dengan Penyelenggaraan Sistem Elektronik
tersebut; dan
e. memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang Penyelenggaraan
Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
TRANSAKSI ELEKTRONIK
Pasal 17
(1) Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik ataupun privat.
(2) Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib beriktikad baik dalam melakukan
interaksi dan/atau pertukaran Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik selama transaksi berlangsung.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan
Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
(1) Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak.
(2) Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.
(3) Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam
Transaksi Elektronik internasional, hukum yang berlaku didasarkan pada
asas Hukum Perdata Internasional.
(4) Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan
forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa
alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul
dari Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.
(5) Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penetapan kewenangan pengadilan,
arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang
berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi
tersebut, didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.
(1) Kecuali ditentukan lain oleh para pihak, Transaksi
Elektronik terjadi pada saat penawaran transaksi yang dikirim Pengirim
telah diterima dan disetujui Penerima.
(2) Persetujuan atas penawaran Transaksi Elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan pernyataan
penerimaan secara elektronik.
(1) Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi
Elektronik sendiri, melalui pihak yang dikuasakan olehnya, atau melalui
Agen Elektronik.
(2) Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat
hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur sebagai berikut:
a. jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam
pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang
bertransaksi;
b. jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala
akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung
jawab pemberi kuasa; atau
c. jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala
akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung
jawab penyelenggara Agen Elektronik.
(3) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal
beroperasinya Agen Elektronik akibat tindakan pihak ketiga secara
langsung terhadap Sistem Elektronik, segala akibat hukum menjadi
tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
(4) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal
beroperasinya Agen Elektronik akibat kelalaian pihak pengguna jasa
layanan, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab pengguna jasa
layanan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa,
kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.
(1) Penyelenggara Agen Elektronik tertentu harus
menyediakan fitur pada Agen Elektronik yang dioperasikannya yang
memungkinkan penggunanya melakukan perubahan informasi yang masih dalam
proses transaksi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara Agen
Elektronik tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
NAMA DOMAIN, HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL,
DAN PERLINDUNGAN HAK PRIBADI
Pasal 23
(1) Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha,
dan/atau masyarakat berhak memiliki Nama Domain berdasarkan prinsip
pendaftar pertama.
(2) Pemilikan dan penggunaan Nama Domain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada iktikad baik, tidak
melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat, dan tidak melanggar hak
Orang lain.
(3) Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha,
atau masyarakat yang dirugikan karena penggunaan Nama Domain secara
tanpa hak oleh Orang lain, berhak mengajukan gugatan pembatalan Nama
Domain dimaksud.
(2) Dalam hal terjadi perselisihan pengelolaan Nama
Domain oleh masyarakat, Pemerintah berhak mengambil alih sementara
pengelolaan Nama Domain yang diperselisihkan.
(3) Pengelola Nama Domain yang berada di luar wilayah
Indonesia dan Nama Domain yang diregistrasinya diakui keberadaannya
sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Nama
Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
(1) Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan
Perundang-undangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik
yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan
Orang yang bersangkutan.
(2) Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang
ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini.
PERBUATAN YANG DILARANG
Pasal 27
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan perjudian.
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
(4) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian
konsumen dalam Transaksi Elektronik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian
atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu
berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau
melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang
lain dengan cara apa pun.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau
melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara
apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik.
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau
melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara
apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem
pengamanan.
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau
melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau
Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau
melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di
dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang
lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang
menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang
ditransmisikan.
(3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum
atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum
lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau
melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi,
melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan
suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain
atau milik publik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau
melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang
lain yang tidak berhak.
(3) Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) yang mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh
publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau
melawan hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan,
mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki:
a. perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang
dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33;
b. sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang
sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat
diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.
(2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan
tindak pidana jika ditujukan untuk melakukan kegiatan penelitian,
pengujian Sistem Elektronik, untuk perlindungan Sistem Elektronik itu
sendiri secara sah dan tidak melawan hukum.
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 38
(1) Setiap Orang dapat mengajukan gugatan terhadap
pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan
Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian.
(2) Masyarakat dapat mengajukan gugatan secara
perwakilan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik
dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang berakibat merugikan
masyarakat, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(1) Gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(2) Selain penyelesaian gugatan perdata sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui
arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
PERAN PEMERINTAH DAN PERAN MASYARAKAT
Pasal 40
(1) Pemerintah memfasilitasi pemanfaatan Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
(2) Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala
jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik dan
Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum, sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(3) Pemerintah menetapkan instansi atau institusi yang memiliki data elektronik strategis yang wajib dilindungi.
(4) Instansi atau institusi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) harus membuat Dokumen Elektronik dan rekam cadang elektroniknya
serta menghubungkannya ke pusat data tertentu untuk kepentingan
pengamanan data.
(5) Instansi atau institusi lain selain diatur pada
ayat (3) membuat Dokumen Elektronik dan rekam cadang elektroniknya
sesuai dengan keperluan perlindungan data yang dimilikinya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai peran Pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
(1) Masyarakat dapat berperan meningkatkan pemanfaatan
Teknologi Informasi melalui penggunaan dan Penyelenggaraan Sistem
Elektronik dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang ini.
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan melalui lembaga yang dibentuk oleh masyarakat.
(3) Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat memiliki fungsi konsultasi dan mediasi.
PENYIDIKAN
Pasal 42
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus sebagai
penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara
Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik.
(2) Penyidikan di bidang Teknologi Informasi dan
Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
memperhatikan perlindungan terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran
layanan publik, integritas data, atau keutuhan data sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(3) Penggeledahan dan/atau penyitaan terhadap sistem
elektronik yang terkait dengan dugaan tindak pidana harus dilakukan atas
izin ketua pengadilan negeri setempat.
(4) Dalam melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penyidik wajib menjaga
terpeliharanya kepentingan pelayanan umum.
(5) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;
b. memanggil setiap Orang atau pihak lainnya untuk
didengar dan/atau diperiksa sebagai tersangka atau saksi sehubungan
dengan adanya dugaan tindak pidana di bidang terkait dengan ketentuan
Undang-Undang ini;
c. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau
keterangan berkenaan dengan tindak pidana berdasarkan ketentuan
Undang-Undang ini;
d. melakukan pemeriksaan terhadap Orang dan/atau Badan
Usaha yang patut diduga melakukan tindak pidana berdasarkan
Undang-Undang ini;
e. melakukan pemeriksaan terhadap alat dan/atau sarana
yang berkaitan dengan kegiatan Teknologi Informasi yang diduga digunakan
untuk melakukan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini;
f. melakukan penggeledahan terhadap tempat tertentu
yang diduga digunakan sebagai tempat untuk melakukan tindak pidana
berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;
g. melakukan penyegelan dan penyitaan terhadap alat dan
atau sarana kegiatan Teknologi Informasi yang diduga digunakan secara
menyimpang dari ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
h. meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini; dan/atau
i. mengadakan penghentian penyidikan tindak pidana
berdasarkan Undang-Undang ini sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana
yang berlaku.
(6) Dalam hal melakukan penangkapan dan penahanan,
penyidik melalui penuntut umum wajib meminta penetapan ketua pengadilan
negeri setempat dalam waktu satu kali dua puluh empat jam.
(7) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berkoordinasi dengan Penyidik Pejabat Polisi Negara
Republik Indonesia memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan
hasilnya kepada penuntut umum.
(8) Dalam rangka mengungkap tindak pidana Informasi
Elektronik dan Transaksi Elektronik, penyidik dapat berkerja sama dengan
penyidik negara lain untuk berbagi informasi dan alat bukti.
a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Perundang-undangan; dan
b. alat bukti lain berupa Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka
4 serta Pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).
KETENTUAN PIDANA
Pasal 45
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12
(dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua
miliar rupiah).
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam
ratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00
(tujuh ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00
(delapan ratus juta rupiah).
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00
(dua miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12
(dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua
belas miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12
(dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua
belas miliar rupiah).
(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat (1) menyangkut kesusilaan atau eksploitasi seksual
terhadap anak dikenakan pemberatan sepertiga dari pidana pokok.
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau
Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
milik Pemerintah dan/atau yang digunakan untuk layanan publik dipidana
dengan pidana pokok ditambah sepertiga.
(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau
Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
milik Pemerintah dan/atau badan strategis termasuk dan tidak terbatas
pada lembaga pertahanan, bank sentral, perbankan, keuangan, lembaga
internasional, otoritas penerbangan diancam dengan pidana maksimal
ancaman pidana pokok masing-masing Pasal ditambah dua pertiga.
(4) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 sampai dengan Pasal 37 dilakukan oleh korporasi dipidana dengan
pidana pokok ditambah dua pertiga.
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 53
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 54
(2) Peraturan Pemerintah harus sudah ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun setelah diundangkannya Undang-Undang ini.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 21 April 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakartapada tanggal 21 April 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
pada tanggal 21 April 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ANDI MATTALATA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 58.
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
I. UMUM
Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan
komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban
manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless)
dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan
berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang
bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan
kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana
efektif perbuatan melawan hukum.
Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber atau hukum telematika. Hukum siber atau cyber law,
secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan
pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum
telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum
telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang
juga digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual world law),
dan hukum mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan
yang dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan sistem komunikasi
baik dalam lingkup lokal maupun global (Internet) dengan memanfaatkan
teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem
elektronik yang dapat dilihat secara virtual. Permasalahan hukum yang
seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian informasi,
komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal
pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan
melalui sistem elektronik.
Yang dimaksud dengan sistem elektronik adalah
sistem komputer dalam arti luas, yang tidak hanya mencakup perangkat
keras dan perangkat lunak komputer, tetapi juga mencakup jaringan
telekomunikasi dan/atau sistem komunikasi elektronik. Perangkat lunak
atau program komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam
bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila
digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu
membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi khusus atau untuk
mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi
tersebut.
Sistem elektronik juga digunakan untuk menjelaskan
keberadaan sistem informasi yang merupakan penerapan teknologi informasi
yang berbasis jaringan telekomunikasi dan media elektronik, yang
berfungsi merancang, memproses, menganalisis, menampilkan, dan
mengirimkan atau menyebarkan informasi elektronik. Sistem informasi
secara teknis dan manajemen sebenarnya adalah perwujudan penerapan
produk teknologi informasi ke dalam suatu bentuk organisasi dan
manajemen sesuai dengan karakteristik kebutuhan pada organisasi tersebut
dan sesuai dengan tujuan peruntukannya. Pada sisi yang lain, sistem
informasi secara teknis dan fungsional adalah keterpaduan sistem antara
manusia dan mesin yang mencakup komponen perangkat keras, perangkat
lunak, prosedur, sumber daya manusia, dan substansi informasi yang dalam
pemanfaatannya mencakup fungsi input, process, output, storage, dan communication.
Sehubungan dengan itu, dunia hukum sebenarnya sudah
sejak lama memperluas penafsiran asas dan normanya ketika menghadapi
persoalan kebendaan yang tidak berwujud, misalnya dalam kasus pencurian
listrik sebagai perbuatan pidana. Dalam kenyataan kegiatan siber tidak
lagi sederhana karena kegiatannya tidak lagi dibatasi oleh teritori
suatu negara, yang mudah diakses kapan pun dan dari mana pun. Kerugian
dapat terjadi baik pada pelaku transaksi maupun pada orang lain yang
tidak pernah melakukan transaksi, misalnya pencurian dana kartu kredit
melalui pembelanjaan di Internet. Di samping itu, pembuktian merupakan
faktor yang sangat penting, mengingat informasi elektronik bukan saja
belum terakomodasi dalam sistem hukum acara Indonesia secara
komprehensif, melainkan juga ternyata sangat rentan untuk diubah,
disadap, dipalsukan, dan dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam waktu
hitungan detik. Dengan demikian, dampak yang diakibatkannya pun bisa
demikian kompleks dan rumit.
Permasalahan yang lebih luas terjadi pada bidang
keperdataan karena transaksi elektronik untuk kegiatan perdagangan
melalui sistem elektronik (electronic commerce) telah menjadi
bagian dari perniagaan nasional dan internasional. Kenyataan ini
menunjukkan bahwa konvergensi di bidang teknologi informasi, media, dan
informatika (telematika) berkembang terus tanpa dapat dibendung, seiring
dengan ditemukannya perkembangan baru di bidang teknologi informasi,
media, dan komunikasi.
Kegiatan melalui media sistem elektronik, yang disebut juga ruang siber (cyber space),
meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan atau
perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridis kegiatan pada ruang siber
tidak dapat didekati dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional
saja sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan
hal yang lolos dari pemberlakuan hukum. Kegiatan dalam ruang siber
adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat
buktinya bersifat elektronik.
Dengan demikian, subjek pelakunya harus
dikualifikasikan pula sebagai Orang yang telah melakukan perbuatan hukum
secara nyata. Dalam kegiatan e-commerce antara lain dikenal adanya dokumen elektronik yang kedudukannya disetarakan dengan dokumen yang dibuat di atas kertas.
Berkaitan dengan hal itu, perlu diperhatikan sisi
keamanan dan kepastian hukum dalam pemanfaatan teknologi informasi,
media, dan komunikasi agar dapat berkembang secara optimal. Oleh karena
itu, terdapat tiga pendekatan untuk menjaga keamanan di cyber space,
yaitu pendekatan aspek hukum, aspek teknologi, aspek sosial, budaya,
dan etika. Untuk mengatasi gangguan keamanan dalam penyelenggaraan
sistem secara elektronik, pendekatan hukum bersifat mutlak karena tanpa
kepastian hukum, persoalan pemanfaatan teknologi informasi menjadi tidak
optimal.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Undang-Undang ini memiliki jangkauan yurisdiksi tidak
semata-mata untuk perbuatan hukum yang berlaku di Indonesia dan/atau
dilakukan oleh warga negara Indonesia, tetapi juga berlaku untuk
perbuatan hukum yang dilakukan di luar wilayah hukum (yurisdiksi)
Indonesia baik oleh warga negara Indonesia maupun warga negara asing
atau badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing yang memiliki akibat
hukum di Indonesia, mengingat pemanfaatan Teknologi Informasi untuk
Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik dapat bersifat lintas
teritorial atau universal.
Yang dimaksud dengan "merugikan kepentingan Indonesia" adalah meliputi tetapi tidak terbatas pada merugikan kepentingan ekonomi nasional, perlindungan data strategis, harkat dan martabat bangsa, pertahanan dan keamanan negara, kedaulatan negara, warga negara, serta badan hukum Indonesia.
Yang dimaksud dengan "merugikan kepentingan Indonesia" adalah meliputi tetapi tidak terbatas pada merugikan kepentingan ekonomi nasional, perlindungan data strategis, harkat dan martabat bangsa, pertahanan dan keamanan negara, kedaulatan negara, warga negara, serta badan hukum Indonesia.
Pasal 3
"Asas kepastian hukum" berarti landasan hukum bagi
pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik serta segala
sesuatu yang mendukung penyelenggaraannya yang mendapatkan pengakuan
hukum di dalam dan di luar pengadilan.
"Asas manfaat" berarti asas bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diupayakan untuk mendukung proses berinformasi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Asas kehati-hatian" berarti landasan bagi pihak yang bersangkutan harus memperhatikan segenap aspek yang berpotensi mendatangkan kerugian, baik bagi dirinya maupun bagi pihak lain dalam pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.
"Asas iktikad baik" berarti asas yang digunakan para pihak dalam melakukan Transaksi Elektronik tidak bertujuan untuk secara sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakibatkan kerugian bagi pihak lain tanpa sepengetahuan pihak lain tersebut.
"Asas kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi" berarti asas pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik tidak terfokus pada penggunaan teknologi tertentu sehingga dapat mengikuti perkembangan pada masa yang akan datang.
"Asas manfaat" berarti asas bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diupayakan untuk mendukung proses berinformasi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Asas kehati-hatian" berarti landasan bagi pihak yang bersangkutan harus memperhatikan segenap aspek yang berpotensi mendatangkan kerugian, baik bagi dirinya maupun bagi pihak lain dalam pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.
"Asas iktikad baik" berarti asas yang digunakan para pihak dalam melakukan Transaksi Elektronik tidak bertujuan untuk secara sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakibatkan kerugian bagi pihak lain tanpa sepengetahuan pihak lain tersebut.
"Asas kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi" berarti asas pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik tidak terfokus pada penggunaan teknologi tertentu sehingga dapat mengikuti perkembangan pada masa yang akan datang.
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Huruf a
Surat yang menurut undang-undang harus dibuat tertulis
meliputi tetapi tidak terbatas pada surat berharga, surat yang
berharga, dan surat yang digunakan dalam proses penegakan hukum acara
perdata, pidana, dan administrasi negara.
Huruf b
Cukup jelas
Pasal 6
Selama ini bentuk tertulis identik dengan informasi
dan/atau dokumen yang tertuang di atas kertas semata, padahal pada
hakikatnya informasi dan/atau dokumen dapat dituangkan ke dalam media
apa saja, termasuk media elektronik. Dalam lingkup Sistem Elektronik,
informasi yang asli dengan salinannya tidak relevan lagi untuk dibedakan
sebab Sistem Elektronik pada dasarnya beroperasi dengan cara
penggandaan yang mengakibatkan informasi yang asli tidak dapat dibedakan
lagi dari salinannya.
Pasal 7
Ketentuan ini dimaksudkan bahwa suatu Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dapat digunakan sebagai alasan
timbulnya suatu hak.
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Yang dimaksud dengan "informasi yang lengkap dan benar" meliputi:
a. informasi yang memuat identitas serta status subjek
hukum dan kompetensinya, baik sebagai produsen, pemasok, penyelenggara
maupun perantara;
b. informasi lain yang menjelaskan hal tertentu yang
menjadi syarat sahnya perjanjian serta menjelaskan barang dan/atau jasa
yang ditawarkan, seperti nama, alamat, dan deskripsi barang/jasa.
Pasal 10
Ayat (1)
Sertifikasi Keandalan dimaksudkan sebagai bukti bahwa
pelaku usaha yang melakukan perdagangan secara elektronik layak berusaha
setelah melalui penilaian dan audit dari badan yang berwenang. Bukti
telah dilakukan Sertifikasi Keandalan ditunjukkan dengan adanya logo
sertifikasi berupa trust mark pada laman (home page) pelaku usaha tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Undang-Undang ini memberikan pengakuan secara tegas
bahwa meskipun hanya merupakan suatu kode, Tanda Tangan Elektronik
memiliki kedudukan yang sama dengan tanda tangan manual pada umumnya
yang memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum.
Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini merupakan persyaratan minimum yang harus dipenuhi dalam setiap Tanda Tangan Elektronik. Ketentuan ini membuka kesempatan seluas-luasnya kepada siapa pun untuk mengembangkan metode, teknik, atau proses pembuatan Tanda Tangan Elektronik.
Ayat (2)Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini merupakan persyaratan minimum yang harus dipenuhi dalam setiap Tanda Tangan Elektronik. Ketentuan ini membuka kesempatan seluas-luasnya kepada siapa pun untuk mengembangkan metode, teknik, atau proses pembuatan Tanda Tangan Elektronik.
Peraturan Pemerintah dimaksud, antara lain, mengatur
tentang teknik, metode, sarana, dan proses pembuatan Tanda Tangan
Elektronik.
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini adalah
informasi yang minimum harus dipenuhi oleh setiap penyelenggara Tanda
Tangan Elektronik.
Pasal 15
Ayat (1)
"Andal" artinya Sistem Elektronik memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan penggunaannya.
"Aman" artinya Sistem Elektronik terlindungi secara fisik dan nonfisik.
"Beroperasi sebagaimana mestinya" artinya Sistem Elektronik memiliki kemampuan sesuai dengan spesifikasinya.
Ayat (2)"Aman" artinya Sistem Elektronik terlindungi secara fisik dan nonfisik.
"Beroperasi sebagaimana mestinya" artinya Sistem Elektronik memiliki kemampuan sesuai dengan spesifikasinya.
"Bertanggung jawab" artinya ada subjek hukum yang
bertanggung jawab secara hukum terhadap Penyelenggaraan Sistem
Elektronik tersebut.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Undang-Undang ini memberikan peluang terhadap
pemanfaatan Teknologi Informasi oleh penyelenggara negara, Orang, Badan
Usaha, dan/atau masyarakat.
Pemanfaatan Teknologi Informasi harus dilakukan secara baik, bijaksana, bertanggung jawab, efektif, dan efisien agar dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.
Ayat (2)Pemanfaatan Teknologi Informasi harus dilakukan secara baik, bijaksana, bertanggung jawab, efektif, dan efisien agar dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pilihan hukum yang dilakukan oleh para pihak dalam
kontrak internasional termasuk yang dilakukan secara elektronik dikenal
dengan choice of law. Hukum ini mengikat sebagai hukum yang berlaku bagi kontrak tersebut.
Pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik hanya dapat dilakukan jika dalam kontraknya terdapat unsur asing dan penerapannya harus sejalan dengan prinsip hukum perdata internasional (HPI).
Ayat (3)Pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik hanya dapat dilakukan jika dalam kontraknya terdapat unsur asing dan penerapannya harus sejalan dengan prinsip hukum perdata internasional (HPI).
Dalam hal tidak ada pilihan hukum, penetapan hukum
yang berlaku berdasarkan prinsip atau asas hukum perdata internasional
yang akan ditetapkan sebagai hukum yang berlaku pada kontrak tersebut.
Ayat (4)
Forum yang berwenang mengadili sengketa kontrak
internasional, termasuk yang dilakukan secara elektronik, adalah forum
yang dipilih oleh para pihak. Forum tersebut dapat berbentuk pengadilan,
arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya.
Ayat (5)
Dalam hal para pihak tidak melakukan pilihan forum,
kewenangan forum berlaku berdasarkan prinsip atau asas hukum perdata
internasional. Asas tersebut dikenal dengan asas tempat tinggal tergugat
(the basis of presence) dan efektivitas yang menekankan pada tempat harta benda tergugat berada (principle of effectiveness).
Pasal 19
Yang dimaksud dengan "disepakati" dalam pasal ini juga
mencakup disepakatinya prosedur yang terdapat dalam Sistem Elektronik
yang bersangkutan.
Pasal 20
Ayat (1)
Transaksi Elektronik terjadi pada saat kesepakatan
antara para pihak yang dapat berupa, antara lain pengecekan data,
identitas, nomor identifikasi pribadi (personal identification number/PIN) atau sandi lewat (password).
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "dikuasakan" dalam ketentuan ini sebaiknya dinyatakan dalam surat kuasa.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "fitur" adalah fasilitas yang
memberikan kesempatan kepada pengguna Agen Elektronik untuk melakukan
perubahan atas informasi yang disampaikannya, misalnya fasilitas
pembatalan (cancel), edit, dan konfirmasi ulang.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Nama Domain berupa alamat atau jati diri penyelenggara
negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat, yang perolehannya
didasarkan pada prinsip pendaftar pertama (first come first serve).
Prinsip pendaftar pertama berbeda antara ketentuan dalam Nama Domain dan dalam bidang hak kekayaan intelektual karena tidak diperlukan pemeriksaan substantif, seperti pemeriksaan dalam pendaftaran merek dan paten.
Ayat (2)Prinsip pendaftar pertama berbeda antara ketentuan dalam Nama Domain dan dalam bidang hak kekayaan intelektual karena tidak diperlukan pemeriksaan substantif, seperti pemeriksaan dalam pendaftaran merek dan paten.
Yang dimaksud dengan "melanggar hak Orang lain",
misalnya melanggar merek terdaftar, nama badan hukum terdaftar, nama
Orang terkenal, dan nama sejenisnya yang pada intinya merugikan Orang
lain.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "penggunaan Nama Domain secara
tanpa hak" adalah pendaftaran dan penggunaan Nama Domain yang
semata-mata ditujukan untuk menghalangi atau menghambat Orang lain untuk
menggunakan nama yang intuitif dengan keberadaan nama dirinya atau nama
produknya, atau untuk mendompleng reputasi Orang yang sudah terkenal
atau ternama, atau untuk menyesatkan konsumen.
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
disusun dan didaftarkan sebagai karya intelektual, hak cipta, paten,
merek, rahasia dagang, desain industri, dan sejenisnya wajib dilindungi
oleh Undang-Undang ini dengan memperhatikan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
Pasal 26
Ayat (1)
Dalam pemanfaatan Teknologi Informasi, perlindungan data pribadi merupakan salah satu bagian dari hak pribadi (privacy rights). Hak pribadi mengandung pengertian sebagai berikut:
Ayat (2)
a. Hak pribadi merupakan hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan bebas dari segala macam gangguan.
b. Hak pribadi merupakan hak untuk dapat berkomunikasi dengan Orang lain tanpa tindakan memata-matai.
c. Hak pribadi merupakan hak untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan pribadi dan data seseorang.
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Secara teknis perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat ini dapat dilakukan, antara lain dengan:
Ayat (3)
a. melakukan komunikasi, mengirimkan, memancarkan atau
sengaja berusaha mewujudkan hal-hal tersebut kepada siapa pun yang tidak
berhak untuk menerimanya; atau
b. sengaja menghalangi agar informasi dimaksud tidak
dapat atau gagal diterima oleh yang berwenang menerimanya di lingkungan
pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
Sistem pengamanan adalah sistem yang membatasi akses
Komputer atau melarang akses ke dalam Komputer dengan berdasarkan
kategorisasi atau klasifikasi pengguna beserta tingkatan kewenangan yang
ditentukan.
Pasal 31
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "intersepsi atau penyadapan"
adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah,
menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan
kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran
elektromagnetis atau radio frekuensi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "kegiatan penelitian" adalah penelitian yang dilaksanakan oleh lembaga penelitian yang memiliki izin.
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "lembaga yang dibentuk oleh
masyarakat" merupakan lembaga yang bergerak di bidang teknologi
informasi dan transaksi elektronik.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Huruf a
Ayat (6)
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Yang dimaksud dengan "ahli" adalah seseorang yang
memiliki keahlian khusus di bidang Teknologi Informasi yang dapat
dipertanggungjawabkan secara akademis maupun praktis mengenai
pengetahuannya tersebut.
Huruf i
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghukum setiap
perbuatan melawan hukum yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 sampai dengan Pasal 37 yang dilakukan oleh korporasi (corporate crime) dan/atau oleh pengurus dan/atau staf yang memiliki kapasitas untuk:
a. mewakili korporasi;
b. mengambil keputusan dalam korporasi;
c. melakukan pengawasan dan pengendalian dalam korporasi;
d. melakukan kegiatan demi keuntungan korporasi.
a. mewakili korporasi;
b. mengambil keputusan dalam korporasi;
c. melakukan pengawasan dan pengendalian dalam korporasi;
d. melakukan kegiatan demi keuntungan korporasi.
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tulis pertanyaan dan komentar anda disini