AGAMA
DAN FILSAFAT
A.
Pengertian dan Pandangan Islam Mengenai Filsafat
“Filsafat” sampai kini masih merupakan istilah
yang agak sulit untuk didefinisikan secara pasti. Hal ini karena cakupan makna
dan pembahasan yang terkandung di dalamnya sangat luas dan multi-dimensional.
Tapi penulis berpendapat bahwa hal tersebut bukanlah kendala untuk tidak adanya
definisi dari filsafat itu sendiri dan selanjutnya pendefinisian tersebut harus
harus singkat dan jelas sehingga dapat dimengerti oleh semua orang dan dijadikan
pijakan dalam suatu pembahasan. Saking banyaknya definisi tersebut, Sidi
Gazalba (1992) menyimpulkan bahwa kita dapat berfilsafat tentang pengertian
filsafat.
Filsafat merupakan salah satu dari sekian banyak sistem-sitem
Islam yang mempunyai pengaruh terhadap pola pikir dan tingkah laku umat Islam.
Secara etimologis, istilah “filsafat “, yang merupakan padanan kata falsafah (bahasa Arab ) dan philosophy (bahasa Inggris).Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab irad libmaid aguj gnay , ف ل س فة bahasa Yunani; pilosopia (philosophia). Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = "kebijaksanaan"). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan”. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut "filsuf".
Definisi kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah problem
falsafi pula. Tetapi, paling tidak bisa dikatakan bahwa "filsafat"
adalah studi yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia
secara kritis. Hal ini didalami tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimen
dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan problem secara persis,
mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk
solusi tertentu, serta akhir dari
proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektik. Dialektik ini secara singkat bisa dikatakan merupakan sebuah bentuk dialog. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa. Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat. Hal itu membuat filasafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, dan couriousity 'ketertarikan'. Filsafat juga bisa berarti perjalanan menuju sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan sedikit sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal.
proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektik. Dialektik ini secara singkat bisa dikatakan merupakan sebuah bentuk dialog. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa. Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat. Hal itu membuat filasafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, dan couriousity 'ketertarikan'. Filsafat juga bisa berarti perjalanan menuju sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan sedikit sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal.
Secara terminologi pengertian filsafat menurut
Kattsoff (1963) dalam bukunya Elements of Philosophy.
- Filsafat adalah berpikir secara kritisv
- Filsafat adalah berpikir dalam bentuk sistematisv
- Filsafat harus menghasilkan sesuatu yang runtutv
- Filsafat adalah berpikir secara rasionalv
- Filsafat harus berpikir bersifat komprehensifv
H.E Saifuddin Anshari telah menyimpulkan pengertian filsafat
dari pengertian yang diberikan oleh para filosof bahwa :
1) Filsafat adalah ilmu yang istimewa, yang mencoba menjawab masalah-masalah yang tidak mampu dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa karena berada diluar jangkauannya.
2) Filsafat adalah hasil daya upaya manusia dengan akal budinya untuk memahami secara radikal dan integral serta sistematis hakikat sarwa kekalian yang ada.
Ahmad Fuad Al Ahwawi menyatakan dalam kitabnya bahwa
filsafat itu adalah sesuatu yang terletak diantara ilmu pengetahuan dan agama,
karena disatu sisi ia mengandung permasalahan-permasalahan yang tidak dapat
diketahui dan difahami sebelum orang beroleh keyakinan dan ia menyerupai ilmu
pengetahuan disisi lain karena ia merupakan hasil akal pikiran manusia.
Filsafat bisa didefinisikan sebagai usaha
dengan menggunakan metode ilmiah untuk memahami dunia di mana kita hidup. Usaha
ini dimaksudkan untuk memahami dunia dengan cara menggabungkan hasil ilmu
pengetahuan khusus ke dalam semacam suatu pandangan dunia yang konsisten. Hal ini
selalu menjadi tujuan filsafat sejak Thales sampai jaman sekarang. Pengertian
filsafat yang sering diutarakan, yaitu berpikir secara sistematis, radikal, dan
universal, untuk mengetahui tentang hakikat segala sesuatu (Hery Noer Aly,
1999: 22-23).
Berangkat dari pengertian filsafat sebagaimana
disebutkan di atas, maka dapat dirumuskan pengeretian filsafat adalah Usaha
untuk memahami sesuatu secara kritis, sistematis, radikal (mendalam), rasional,
dan bersifat komprehensif.
Secara etimologi istilah “agama” berasal dari
kata Sansekerta, yang berasal dari dua suku kata, yaitu a, artinya tidak dan
gam, artinya pergi, jadi agama artinya tidak pergi, tetap di tempat, diwarisi
turun-temurun (Harun Nasution, 1979: 9). Sedangakn dalam Tadjab, dkk., (1994:
37) menyatakan bahwa agama berasal dari kata a, berarti tidak dan gama, berarti
kacau, kocar-kacir. Jadi agama artinya tidak kacau, tidak kocar-kacir/ teratur.
Jadi,agama adalah jalan hidup yang harus
ditempuh oleh manusia dalam kehidupannya di dunia ini supaya lebih teratur dan
mendatangkan kesejahteraan serta keselamatan.
Suatu agama secara generik dapat didefinisikan
sebagai sebuah sistem simbol (misalnya, kata-kata dan isyarat, cerita dan
praktik, benda dan tempat) yang berfungsi agamis, yaitu, suatu yang terus
menerus dipakai partisipan untuk mendekat dan menjalin hubungan yang benar atau
tepat dengan sesuatu yang diyakini sebagai realitas-mutlak. Yakni adanya
sesuatu yang dianggap transedental yang menjadi motif seseorang untuk beragama
dan berpengaruh terhadap pola kehidupannya. Tuhan tidak dapat dilihat (secara
dzohir), tapi peran-Nya sangat dominan sekali dalam kehidupan seseorang. Agama
adalah perasaan mendalam akan ketergantungan pada kekuatan yang tidak dapat
dilihat tetapi mengendalikan dan menentukan nasib kita….
Sebagai konklusi, pengertian filsafat agama
adalah suatu sikap terhadap agama secara kritis, sistematis, radikal
(mendalam), rasional, dan bersifat komprehensif yang didasari oleh suatu
keyakinan mendalam terhadap sesuatu kekuatan yang transedental/ sebagai
realitas-mutlak dan ghaib tetapi mengendalikan dan menentukan nasib kita dan
dianggap menjadikan hidup teratur dan mendatangkan kesejahteraan dan
keselamatan.
Selanjutnya
dalam hubungan antara akal (filsafat) dan syari‟at (agama). Ibnu Taimiyah
menegaskan bahwa hubungan antara akal dan syari‟at adalah hubungan pengetahuan,
bisa jadi akal mengetahui syari‟at dan bisa jadi tidak bukan untuk menetapkan
adanya syari‟at atau tidak adanya. Bahkan Ibnu Taimiyah pernah menyatakan bahwa
filsafat itu haram dengan alasan jika seorang filsuf yang tidak kuat akidahnya
dapat menyesatkan.
Dari
uraian singkat di atas dapat difahami bahwasanya filsafat dibutuhkan untuk
memahami isi kandungan Al-Qur‟an sebagai sumber ajaran Islam dan pada dasarnya
keduanya akan mengantarkan manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah hanya
saja kalau agama menuntun manusia melalui wahyu yang diturunkan oleh Allah
secara langsung maka filsafat adalah usaha frogresif manusia untuk mendekatkan
diri kepada Allah swt. Filsafat agama adalah filsafat yang membuat agama
menjadi obyek pemikirannya. Berbeda dengan ilmu-ilmu deskriptif, filsafat agama mendekati agama secara
menyeluruh. Filsafat agama mengembangkan logika, teori pengetahuan dan
metafisika agama. Filsafat agama dapat dijalankan oleh orang-orang beragama
sendiri yang ingin memahami dengan lebih mendalam arti, makna dan segi-segi
hakiki agama-agama. Masalah-masalah yang dipertanyakan antara lain: hubungan
antara Allah, dunia dan manusia, antara akal budi dan wahyu, pengetahuan dan
iman, baik dan jahat, apriori religius, faham-faham seperti mitos dan lambang,
dan akhrinya cara-cara untuk membuktikan kerasionalan iman kepada Allah serta
masalah "theodicea".
Ada juga filsafat agama yang reduktif (mau
mengembalikan agama kepada salah satu kebutuhan manusia dengan menghilangkan
unsur transendensi), kritis (mau menunjukkan agama sebagai bentuk penyelewengan
dan kemunduran) dan anti agama (mau menunjukkan bahwa agama adalah tipuan
belaka). Filsafat Islam merupakan filsafat yang seluruh cendekianya adalah
muslim. Ada sejumlah perbedaan besar antara filsafat Islam dengan filsafat
lain. Pertama, meski semula filsuf-filsuf muslim klasik menggali kembali karya
filsafat Yunani terutama Aristoteles dan Plotinus, namun kemudian
menyesuaikannya dengan ajaran Islam. Kedua, Islam adalah agama tauhid. Maka,
bila dalam filsafat lain masih 'mencari Tuhan', dalam filsafat Islam justru
Tuhan 'sudah ditemukan.' Para ulama yang menganggap filsafat sebagai ilmu sesat
adalah para ulama arab saudi dan seluruh ulama di dunia ini yang beraliran
salafy/wahaby/ ahlus sunnah wal jamaah. Dalam berbagai buku dan majalah
dikatakan bahwa filsafat adalah ilmu sesat yang bertentangan dengan ajaran
islam. Namun harus diingat bahwa definisi ilmu filsafat yang dianggap sesat
adalah ilmu filsafat yang bertentangan dengan ajaran islam. Imam Ghazali telah
menulis buku yang mengkritik filsafat dan menyatakan kafirnya berbagai ajaran
fisafat. Namun kemudian Ibnu Rusyd (pengarang kitab bidayatul mujtahid) menulis
buku yang membantah buku Imam Ghazali tersebut, dikabarkan bahwa Ibnu Rusyd membela filsafat, mungkin
filsafat yang dibela Ibnu Rusyd adalah filsafat yang tidak bertentangan dengan
ajaran islam. Dengan demikian bisa dibilang bahwa ilmu filsafat itu terdiri
dari dua bagian, bagian pertama yang tidak bertentangan dengan ajaran islam dan
bagian kedua yang bertentangan dengan ajarn islam. Dan patut diingat bahwa
dalam beragama kita tidak memerlukan filsafat karena nabi dan para sahabatnya
juga tidak mengajarkan ilmu filsafat.
Ar-Roziy
berkata dalam kitab Aqsaamul Ladzdzat : Saya telah menelaah buku-buku ilmu
kalam dan manhaj filsafat, tidaklah saya mendapatkan kepuasan padanya lalu saya
memandang manhaj yang paling benar adalah manhaj Al-Qur‟an…(dan seterusnya).
Abu
Hamidz Al-Ghozali berkata di awal kitabnya Al-Ihya : “Jika kamu bertanya :
„Mengapa dalam pembagian ilmu tidak disebutkan ilmu kalam dan filsafat dan
mohon dijelaskan apakah keduanya itu tercela atau terpuji ?‟ maka ketahuilah
hasil yang dimiliki ilmu kalam dalam pembatasan dalil-dalil yang bermanfaat,
telah dimiliki oleh Al-Qur‟an dan Hadits (Al-Akhbaar) dan semua yang keluar
darinya adakalanya perdebatan yang tercela dan ini termasuk kebid‟ahan dan adakalanya
kekacauan karena kontradiksi kelompok-kelompok dan berpanjang lebar menukil
pendapat-pendapat yang kebanyakan adalah perkataan sia-sia dan ingauan yang
dicela oleh tabiat manusia dan ditolak oleh pendengaran dan sebagiannya
pembahasan yang sama sekali tidak berhubungan dengan agama dan tidak ada
sedikitpun terjadi di zaman pertama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tulis pertanyaan dan komentar anda disini