BAB 12 AGAMA ISLAM
DAN EKONOMI
1.
Agama Islam dan Ekonomi
Ekonomi merupakan salah satu
aspek kehidupan manusia dalam memenuhi kebutuhan. Sebagai makhluk ekonomi
manusia memerlukan pemenuhan kebutuhannya melalui proses-proses tertentu. Untuk
memenuhi kebutuhan tersebut secara sederhana dapat dibahas beberapa masalah
pokok ekonomi yakni seperti : barang dan jasa yang diproduksi, sistem produksi,
sistem distribusi, masalah efisiensi. Ajaran Islam memberi- kan petunjuk dasar
berkenaan dengan masalah pokok ekonomi tersebut, yakni sebagai berikut :
A. Barang dan Jasa
Barang dan jasa yang diproduksi dalam ekonomi Islam
didasarkan kepada akidah pokok dalam muamalah, yaitu apa saja dibolehkan,
kecuali yang dilarang. Rasulullah bersabda :
” Barang siapa yang memberikan anggurnya pada masa petikan,
untuk dijual kepada orang yang menjadikannya arak, maka sesungguhnya dia
menempuh api neraka dengan sengaja ” . (Thabrani).
Bahkan orang yang terlibat dalam memproduksi dan
mendistribusikannya pun ikut dilaknat Allah. Sabda Rasulullah : ”Semoga
Allah melaknat khamr dengan peminumnya, penuangnya, penjualnya, yang
memperjualbelikannya, pemerasnya, yang menyuruh memerasnya, pembawa dan yang
membawakannya ” (Dari Ibnu Umar)
B. Sistem Organisasi Produksi.
Pengaturan organisasi produksi barang dan jasa dalam
menaikan nilainya, Islam memberikan kebebasan kepada kemampuan akal manusia,
sehingga mencapai nilai yang lebih baik. Arahan yang mendasar dalam
pengorganisasian produksi adalah adanya perhitungan yang matang sehingga dapat
terhindar dari kerugian, karena itu perencanaan yang matang dan perhitungan
yang feasible adalah suatu kegiatan yang dianjurkan oleh ajaran Islam. Bahkan
Islam mengisyaratkan pengadministrasian yang teratur perlu diwujudkan dalam kegiatan
produksi. Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah, 2 : 282. yang artinya ” Dan
persaksikanlah jika kamu berjual beli, dan janganlah penulis dan saksi saling
menyulitkan.”
Persaksian
di atas dilakukan pada masa sekarang dalam bentuk administrasi atau bukti-bukti
fisik dari suatu transaksi. Dalam kaitan produksi ayat di atas dimaksud- kan
sebagai pengaturan administrasi produksi barang dan jasa yang teratur dan
tertib sesuai dengan kaidah-kaidah administrasi perusahaan yang baik.
Dalam
kaitan pengorganisasian proses produksi yang melibatkan tenaga manusia, Islam
sangat menekankan kepada sumber daya manusia yang memiliki kualitas yang tinggi
sesuai dengan bidangnya. Ini berarti bahwa Islam sangat menghargai keahlian dan
profesioalisme, sebagaimana sabda Nabi :
”Apabila
diserahkan suatu urusan kepada bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran- nya. ”
(HR. Bukhari).
Hubungan
antara pengusaha dan karyawan diatur dalam tata hubungan berdasarkan atas
penghargaan terhadap derajat manusia sebagai makhluk Allah yang mulia, karena
itu aturan ketenagakerjaan senantiasa diatur dalam hubungan yang sehat dan
saling menghargai.
Tenaga
kerja ditempatkan bukan hanya sebatas alat produksi, tetapi ditempatkan dan
dihargai sebagai manusia, karena itu sistem pengupahan ditata secara adil,
berdasarkan pengalaman dan kemampuan yang dimilikinya sehingga para
pekerja dapat merencanakan masa depan dengan jelas dan
sekaligus memacu mereka bekerja keras untuk mengejar prestasi kerjanya. Firma
Allah :
”Masing-masing
mempunyai tingkatan-tingkatan menurut apa yang telah mereka kerjakan dan agar
Allah mencukupkan balasan pekerjaan-pekerjaan mereka, sedang mereka tiada
dirugikan”.(QS. Al-Ahqaf, 46 : 19)
Dalam
hal pengupahan ini hak-hak pekerja diperhatikan dengan sungguh-sungguh oleh
pengusaha, bahkan hak mereka dapat diberikan tanpa ditunda-tunda, sebagaimana
Nabi bersabda :
”Berilah
pegawai itu upahnya sebelum kering keringatnya” (HR. Ibunu Majah).
Hubungan
antara pengusaha dan karyawan diatur dalam tata hubungan berdasarkan atas
penghargaan terhadap derajat manusia sebagai makhluk Allah yang mulia, karena
itu aturan ketenagakerjaan senantiasa diatur dalam hubungan yang sehat dan
saling menghargai.
Tenaga
kerja ditempatkan bukan hanya sebatas alat produksi, tetapi ditempat kan dan
dihargai sebagai manusia, karena itu sistem pengupahan ditata secara adil,
berdasarkan pengalaman dan kemampuan yang dimilikinya sehingga para pekerja
dapat merencanakan masa depannya dengan jelas dan sekaligus memacu mereka
bekerja keras untuk mengejar prestasinya. Firman Allah :
”Masing-masing
mempunyai tingkatan-tingkatan menurut apa yang telah mereka kerjakan dan agar
Allah mencukupkan balasan pekerjaan-pekerjaan mereka, sedang mereka tiada
dirugikan ” (QS. Al-Ahqaf, 46 : 19)
Dalam
hal pengupahan ini hak-hak pekerja diperhatikan dengan sungguh-sungguh oleh
pengusaha, bahkan hak mereka dapat diberikan tanpa ditunda-tunda, sebagaimana
Nabi bersabda :
”Berilah
pegawai itu upahnya sebelum kering keringatnya ” (HR. Ibnu Majah)
Demikian
pula dalam hal kewajiban para pekerja. Islam mengajarkan untuk melaksanakan
tugasnya dengan sebaik-baiknya dan penuh rasa tanggung jawab terhadap
kelancaran dan kemajuan perusahaannya, karena kewajiban bekerja bukan hanya
memenuhi kebutuhan material saja, melainkan tugas hidup sebagai manusia dan
sekaligus tugas pengabdian (ibadah) kepada Allah.
2.
Perdagangan Atau Jual Beli Menurut Ajaran Islam.
A. Pengertian dan Kedudukan Jual Beli
Pada bagian
yang telah dijelaskan bahwa berusaha atau mencari rizki Allah merupakan perbuatan
yang baik dalam pandangan Islam. Salah satu bentuk usaha itu adalah jual beli,
berniaga atau berdagang.
Dalam sejarah
tercatat bahwa Nabi Muhammad pada masa mudanya adalah seorang pedagang yang
menjualkan barang-barang milik seorang pemilik barang yang kaya, yaitu
Khadijah. Keberhasilan dan kejujuran Nabi dibuktikan dengan ketertarikan sang
pemilik modal hingga kemudian menjadi istri Nabi.
Berdagang atau berniaga
diungkapkan dalam Al-Qur'an sebagai suatu pekerjaan atau mata pencaharian yang
baik, firman Allah :
"Dan Allah telah
mcnghalalkan jual beli dan mengharamkan riba."(Q.§. Baqarah,2:275)
Bahkan Nabi
menyebutkan secara jelas bahwa jual beli adalah usaha yang paling baik, seperti
disabdakannya :
Bahwa Nabi Saw,ditanya : Mata
pencaharian apakah yang paling baik?, beliau menjawab: ”Seseorang bekerja
dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang bersih, (HR.AI-Bazzar).
B. Aturan Islam Tentang Jual Beli
Berdagang dalam pandangan Islam merupakan bagian dari
muamalah antar manusia yang dapat menjadi amal saleh bagi kedua pihak, baik
pedagang maupun pembeli, jika dilakukan dengan ikhlas karena Allah dan apa yang
dilakukannya bukan hal yang terlarang. Berdagang dalam Islam diarahkan agar
para pihak yang melakukan merasa senang dan saling menguntungkan, karena itu
faktor-faktor yang dapat menimbulkan perselisihan dan kerugian masing-masing
pihak, harus dihindarkan. Untuk itu Islam mengajarkan agar perdagangan itu
diatur dalam administrasi dan pembukuan yang tertib, Allah berfirman : "
Dan persaksikanlah jika kamu ber jual beli, dan janganlah penulis dan saksi
saling menyulitkan, "(0-S. AI-Baqarah, 2:282)
Persaksian ini
ditujukan untuk menghindari perselisihan dan memberi kejelasan tentang adanya
peristiwa jual beli, sehingga ada bukti bahwa jual beli telah berlangsung.
Dalam konteks jual beli sekarang ini persaksian dan tulisan dilakukan dalam
bentuk administrasi, seperti adanya faktur pembelian sebagai bukti bahwa barang
telah diterima pembeli, ada kuitansi sebagai bukti bahwa uang telah diterima
penjual. Saksi dan penulis yang menyulitkan dalam ayat di atas maksudnya adalah
sistem yang tidak beres atau petugas administrasi yang dapat merugikan pembeli
maupun penjual.
Jual beli
dalam konsep Islam didasarkan atas kesukaan kedua pihak untuk membeli dan
menjual, sehingga tidak ada perasaan menyesal setelah peristiwa jual beli
berlangsung, Allah berfirman :
".....kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. " (QS.
An-Nisa, 4:29)
Jual beli
dalam keadaan terpaksa atau dipaksakan oleh salah satu pihak, baik pembeli
maupun penjual, bukanlah cara yang sesuai dengan ajaran Islam, karena itu tidak
sah jual beli di bawah ancaman, ketakutan dan keterpaksaan.
Aspek saling
menguntungkan dan saling meridlai merupakan ciri utama dalam konsep perdagangan
Islam, karena itu hal-hal yang dapat mengganggu kedua aspek di atas sekali
diperhatikan agar jual beli dapat terhindar dari kekecewaan dan kerugian. Untuk
itu dalam masalah jual beli terdapat aturan tentang khiyar.
Khiyar adalah
pilihan, yaitu kesempatan dimana pembeli atau penjual menimbang nimbang atau
memikirkan secara matang sebelum transaksi jual beli dilakukan. Nabi bersabda :
Jika dua orang melakukan
jual beli, maka keduanya boleh melakukan khiyar sebelum mereka berpisah dan
sebelum mereka bersama-sama atau salah seorang mereka khiyar, maka mereka
berdua melakukau jual beli dengan cara itu dengan demikian jual beli menjadi
wajib. " (HR. Ats-Tsalatsah).
Dua pihak
melakukan jual beli boleh melakukan khiyar selama mereka belum berpisah. Jika
keduanya melakukan transaksi dengan benar dan jelas, keduanya diberkahi dalam
jual beli mereka. Jika mereka menyembunyikan dan berdusta, Allah akan
memusnahkan keberkahan jual beli mereka. Karena itu dalam dunia perdagangan,
Islam mengajarkan agar para pihak bertindak jujur. Kejujuran dalam jual beli
ini menempalkan mereka yang melakukan, transaksi pada tempat baik dan mulia
dalam pandangan Allah, sebagaimana disabdakan Nabi :
"Pedagang
yang jujur lagi terpercaya adalah bersama-sama para Nabi, orang-orang yang
benar dan para syuhada. " (HR. Tirmidzi dan Hakim)
Tempat yang terhormat bagi pedagang yang jujur
disejajarkan dengan para Nabi. Karena bedagang dengan jujur berarti menegakkan
kebenaran dan keadilan yang merupakan para Nabi. Disejajarkan dengan
orang-orang saleh, karena pedagang yang jujur merupakan bagian dari amal
salehnya, sedangkan persamaan dengan para syuhada, karena berdagang adalah
berjuang membela kepentingan dan kehormatan diri dan Keluarganya dengan cara
yang benar dam adil.
Berdagang memerlukan kemauan, semangat dan kerja keras,
memeras keringat dan pikiran, tekun, telaten dan sabar. Karena itu tidak heran
apabila kedudukan seorang syuhada, pahlawan yang tewas di medan pertempuran.
Untuk menghindari kekecewaan dalam transaksi jual beli,
Islam mengajarkan agar pembeli melihat dan memeriksa barang yang hendak
dibelinya, si penjual tidak mempunyai hak untuk menerima pembayarannya, dan
jual beli itu belum bisa dilangsungkan, artinya pembeli memiliki hak khiyar
(untuk meneruskan jual beli atau membatalkannya), Nabi bersabda :
”Barang
siapa yang membeli sesuatu yang belum dilihatnya maka ada hak khiyar baginya
apabila dia lelah melihatnya. " (HR. Daruqutni dan Bailiaqi.)
Apabila barang itu telah dilihat dan diperiksa calon
pembeli, maka tidak berarti pada saat itu terjadi jual beli, pembeli masih
memiliki hak untuk memiliki (khiyar), baik barang maupun harga selama keduanya
belum mengambil keputusan, Nabi bersabda :
"Sesungguhnya
kedua belah pihak yang berjual beli, boleh khiyar dalam jual beli selama
keduanya belum berpisah. " (HR. Bukhari).
Dalam jual
beli barang tertentu yang memiliki spesifikasi yang khusus, sebaiknya
dituliskan spesifikasi barang yang akan dipesan atau dibeli, misalnya ukuran,
type, bahan dasar, warna dan sebagainya yang menunjukkan kualitas dan kwantitas
barang yang dimaksud. Apabila tidak sesuai dengan pesanan, pembeli dalam
kondisi khiyar, ia boleh menolaknya. Melihat dan memeriksa barang tidak selalu.
Hak khiyar yang dimiliki oleh penjual maupun pembeli adalah untuk
mempertimbangkan secara matang suatu peristiwa jual beli, apabila seseorang
telah memutuskan membeli atau menjual suatu barang, maka orang lain tidak boleh
menjual atau membelinya, pembeli atau penjual terdahulu telah dinyatakan sah
berjual beli dan barang itu bukan lah menjadi milik penjual. Nabi bersabda :
"Janganlah salah
seorang kaum menjual barang yang telah dijual saudaranya. " (HR. Ahmad dan
Nassai)
Barang yang
diperdagangkan adalah barang yang sudah jelas adanya, sehingga pembeli dapat
melihat dan memeriksanya sebelum menetapkan penawaran dan membelinya. Ajaran
Islam melarang menyembunyikan kecacatan barang yang dijualnya dengan sengaja
untuk memperoleh keuntungun sendiri, sabda Nabi :
"Seorang muslim itu
bersaudara dengan muslim yang lainnya, tidak halal bagi seorang muslim menjual
kepada suadaranya barang cacat kecuali ia jelaskan. " (HR. Ahmad dan Ibnu
Majah, Daruqutni, Al-Hakim dan Athabrani).
Barang yang diperdagangkan adalah barang yang sudah jelas
adanya, sehingga pembeli dapat melihat dan memeriksanya sebelum menetapkan
penawaran dan membelinya. Ajaran Islam melarang menyembunyikan kecacatan
barang-barang yang dijualnya dengan sengaja untuk memperoleh keuntungan
sendiri, sabda Nabi :
Seorang
muslim itu bersaudara dengan muslim yang lainnya, tidak halal bagi seorang
muslim menjual kepada saudaranya barang cacat kecuali ia jelaskan. (HR Ahmad
dan Ibnu Majah, Daruqutni, Al- Hakim dan Athabrani).
Barang
yang diperjual belikan adalah barang yang halal untuk diperjualbelikan barang
yang haram dimakan atau diminum haram pula diperjual belikanya, yaitu :
1.
Menjual/membeli anjing, kecuali anjing pemburu, sabda Nabi, Abu Hurairah
meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. pernah berkata :
"Harga anjing itu haram, kecuali anjing pemburu.
"(HR- Muslim dan Nassai)
2. Bangkai,
darah, daging babi dan daging binatang yang disembelih atas nama selain Allah,
Allah berfirman :
"Sesungguhnya Allah
hanya mengharamkau alas kalian (memakan) bangkai, darah, daging babi dan
apa-apa yang disembelihbitkan karena Allah. " (QS. An-Nalil. 16:115)
Barang-barang yang disebut di atas
haram dimakan, dan haram pula diperjual belikannya. Sabda Nabi :
"Sesungguhnya
Allah dan RasulNya lelah mengharamkan jual beli arak, bangkai, babi dan
palung-palung. " (Mutafaq Alaih)
3. Arak,
Khamer, judi dan sejenisnya. Syariat Islam mengharamkan pula memperjual belikan
minuman yang memabukkan, seperti arak dan lain-lain minuman yang memabukkan,
sabdaNabi :
"Barang siapa yarg
membiarkan anggurnya pada masa petikan, untuk dia jual kepada orang yang
menjadikannya arak, maka sesungguhnya dia menempuh api neraka dengan sengaja.
" (HR. Tabrani)
Minuman yang
beraneka ragam seperti sekarang ini mengharuskan kita untuk teliti dan waspada,
sebab nama yang bukan Khamar tidak mengandung arti boleh diminum atau diperjual
belikan, karena itu yang menjadi ukuran bukan lagi nama, melainkan jenis
minuman, yaitu minuman keras, Nabi bersabda :
"Segolongan
umatku akan minum khamr, mereka berikan nama dengan bukan khamr.
4. Senjata
Dalam keadaan
tidak aman atau suasana perang, diharamkan menjual senjata, karena senjata akan
memperpanjang peperangan dan permusuhan, Nabi bersabda :
"Rasulullah mencegah
menjual senjata ditengah berlangsungnya fitnah. " (Baihaqi)
5. Ijon
Jual
beli dengan cara ijon adalah jual beli dimana barang yang dibeli belum menjadi
barang yang layak diperjual belikan, misalnya membeli jeruk, tatkala pohon
jeruk itu berbunga. Jual beli dengan cara ini diharamkan oleh syariat Islam,
Sabda Nabi:
Nabi SAW, melarang menjual
buah-buahan hingga masak. Maka ditanyakan orang "Bagaimana tanda
masaknya? " Sabda Nabi : "Kemerah-merahan, kekuning-kuningan dan bisa
dimakan. "(HR. Bukhari)
Diharamkan
pula memperjual belikan barang yang belum saatnya memberi manfaat, bahkan jika
barang itu belum layak untuk dimanfaatkan, apalagi jika barang itu berbahaya,
maka tidak dibolehkan untuk diperjualbelikan, sabda Nabi:
"Jika engkau jual
kepada saudaramu buah lain ditimpa bahaya, maka tidak boleh engkau ambil
daripadanya sesuatu. Dengan jalan apa engkau boleh mengambil harta saudaramu
dengan tidak benar? " (HR. Muslim)
Maksudnya jika apabila
benda yang akan dijual itu dapat musibah, sedangkan uang harganya sudah
diterima, maka tidak boleh uang itu digunakan tetapi harus dikembalikan kepada
pembeli.
Rasulullah SAW, telah
melarang buah-buahan sebelum nyata jadinya. la larang penjual dan pembeli.
(Mutafaq 'alaih)
Jual
beli dengan cara ijonan adalah jual beli yang tidak jelas yang dapat
mengakibatkan salah satu pihak merasa kecewa dan dirugikan, karena itu hukumnya
haram.
3. Syirkah (Perseroan
Terbatas)
Syirkah adalah
kerjasama dalam modal dan jasa dengan perjanjian tertentu. Syirkah atau
persekutuan dalam usaha diperbolehkan oleh ajaran Islam, bahkan merupakan usaha
yang baik sebagaimana sabda Nabi :
Allah berfirman: "Aku
adalah ketiga dari dua orang yang berserikat (kerjasama) selama salah seorang
diantara kamu keduanya tidak berkhianat kepada kawannya. Tetapi ketika dia
berkhianat Aku keluar dari mereka. " (HR. Abu Daud)
Berserikat
dalam usaha dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung kepada perjanjian
dari orang-orang yang berserikat itu. Dalam Fiqih Islam kita menemukan dua
macam syirkah, yaitu:
1 Syirkah Amlak adalah pemilikan
harta secara bersama-sama baik barang itu dimiliki dengan jalan hibah, warisan,
atau dibeli secara bersama-sama. Masing- masing pemilik mempunyai hak secara
bersama-sama terhadap barang yang dimiliki mereka, karena itu pemanfaatan
barang tersebut oleh salah seorang pemilik harus atas izin pemilik yang lain.
2 Syirkah Uqud, yaitu dua orang atau
lebih melakukan akad bergabung dalam suatu kepentingan harta untuk menghasilkan
keuntungan. Syirkah ini terdiri dari:
a Syirkah 'Inan adalah
persekutuan dalam harta atau modal antara dua orang untuk memperoleh keuntungan
bersama. Dalam syirkah ini tidak diisyaratkansamanya modal demikian pula
wewenang dan keuntungan tergantung kepada kesepakatan bersama.
b Syirkah Mufawadhah
Syirkah Mufawadhah adalah
persekutuan antara dua orang atau lebih untuk memperoleh keuntungan bersama
dengan syarat masing-masing mengeluarkan jumlah modal yang sama, memiliki
wewenang yang sama dan bahkan orang yang bersekutu memiliki agama yang sama,
Masing-masing orang yang bersekutu menjadi penjamin bagi yang lainnya dalam hal
penjualan maupun pembelian.
c Syirkah Wujuh
Syirkah Wujuh adalah
persekutuan tanpa modal, masing-masing yang bersekutu berpegang kepada nama
baik dan kepercayaan pedagang kepada mereka.
d Syirkah Abdan
Syirkah Abdan atau syirkah amal
adalah persekutuan dua orang atau lebih dalam haI pekerjaan yang mereka terima
bersama dengan upah yang dibagi antara mereka menurut kesepakatan.
Syirkah atau
persekutuan usaha dalam perekonomian modern sekarang ini bentuknya
bermacam-macam, seperti belituk Hamditcr (CV) Perseroan Terbatas atau
bentuk-bentuk lain baik kerjasama modal maupun teknologi. Islam membolehkan
kerjasarna seperti itu dengan syarat tidak ada yang dirugikan dan proses maupun
produknya bukan yang terlarang atau haram.
4. Bank
A. Pengertian dan Fungsi Bank
Bank adalah
lembaga keuangan yang menyediakan jasa-jasa dalam bidang keuangan. Bank
berfungsi menerima deposito, menerima tabungan, memberikan pinjaman,
mengedarkan uang dan menjual jasa-jasa perbankan lainnya, misalnya jual beli
kertas berharga, transaksi devisa, penukaran mata uang dan sebagainya. Karena
fungsi bank yang demikian itu, maka bank tidak bisa dipisahkan dari dunia
usaha, atau perekonomian suatu negara. Bank memperoleh penerimaan dari
jasa-jasa yang dilakukannya, antara lain
1. Provisi dan
komisi
2. Jual beli
surat berharga dan uang, karena selisih kurs, perbedaan rente dan premi.
3. Memberikan
kredit kepada pihak lain yang menghasilkan bunga provisi
Sedangkan
pengeluaran bank pada umumnya adalah rekening biaya, pemeliharaan perponding,
asuransi gedung kantor, penyusutan atas gedung, perabot, pembayaran pajak,
biaya umum pegawai dan lain-lain. Selisih antara penerimaan berupa bunga,
provit atau komisi dan deviden karena penyertaan, dan pengeluaran merupakan
laba yang akan dibagi-bagikan antara lain kepada pemegang saham dan penambahan
dana cadangan. Penghasilan terbesar bank datang dari pemberian kredit berbunga,
kemudian provisi, lalu selisih kurs dan serba-serbi.
B. Masalah Bunga Bank
Seperti yang
telah dikemukakan pada bagian lalu bahwa penghasilan bank yang terbanyak adalah
dari jasa kredit berupa bunga. Bunga diterima bank sebagai jasa pemberian
kredit kepada pihak tertentu (debitur) dan bank pun memberikan jasa bunga
kepada pemilik uang (deposan) dengan tingkat bunga tertentu. Yang menjadi
masalah sekarang apakah bunga bank termasuk riba? Dalam menjawab masalah ini
para ulama tidak memiliki satu kesepakatan Mereka berselisih paham dalam
menghukumi bunga bank yaitu :
1. Kelompok
pertama, menyatakan bahwa bunga bank itu dihukumi riba, karena terjadi
penambahan jumlah pinjaman dengan jumlah pembayaran dan penambahan tersebut
adalah riba, karena hukumnya haram.
2. Kelompok
kedua menyatakan bahwa bunga bank dihukumi riba apabila :
(1) Bunganya berlipat
ganda
(2) Bersifa memaksa
(3) Memberatkan
Jika sifat bunga itu tidak
memiliki sifat seperti itu, maka bunga bank tidak termasuk riba.
3. Kelompok
ketiga menyatakan bahwa bunga bank dihukum riba, tetapi karena bank yang tanpa
bunga belum ada dan bank sangat diperlukan bagi pengambang ekonomi umat, maka
memanfaatkan bank dengan bunganya termasuk perbuatan darurat, karena itu tidak
berdosa.
C. Prinsip Dan Konsep Bank Islam
Sehubungan
dengan masalah yang dihadapi umat Islam dalam hal yang berkaitan dengan bunga
bank maka didirikanlah bank Islam yang cara kerjanya disesuaikan dengan syariat
Islam yang menghindarkan bunga, yaitu dengan sistem bagi hasil dari perputaran
uang yang dilakukan oleh pihak bank maupun oleh pihak peminjam, tentu dengan
pembagian yang telah disepakati baik oleh kreditur maupun oleh debitur. Bank
Islam menyediakan pelayanan perbankan berupa :
1. Giro Wadiah
2. Tabungan
Mudharabah
3. Tabungan
Haji
4. Tabungan
Kurban
Bank juga melayani kebutuhan
pendanaan berupa :
a. Pembiayaan Mudharabah
b. Pembiayaan Murabaliah
c. Pembiayaan bai bithaman
ajil
d. Pembiayaan qardul hasan
e. Pembiayaan masyarakah
(partnership)
f. Jasa perbankan
lainnya.
5. Koperasi
Pengertian
koperasi menurut Undang-Undang No. 12 tahun 1967 adalah organisasi ekonomi
rakyat yang berwatak sosial, beranggotakan orang-orang atau badan hukum
koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha berdasarkan atas
asas kekeluargaan.
Koperasi
sebagai lembaga ekonomi merupakan aplikasi dari konsep taawun (kerjasama dan
tolong menolong) yang sangat dianjurkan oleh ajaran Islam. Keberpihakan kepada
kesejahteraan anggota sebagai suatu keluarga adalah sifat koperasi yang mulia.
Jika koperasi ditata sedemikian rupa dapat menjadi lembaga ekonomi yang kuat,
saling memajukan antar anggota, sehingga pemerataan kesejahteraan ekonomi dapat
dirasakan oleh masyarakat banyak. Islam sangat peduli terhadap kesejahteraan
umatnya secara keseluruhan, bahkan mengorganisasikan kekuatan ekonomi umat
merupakan amanat yang harus diupayakan oleh umat Islam.
Tujuan
koperasi adalah:
a.
Meyelenggarakan suatu masyarakat swasembada yang mampu menopang dirinya sendiri
oleh kemampuan tenaga kerja di atas tanahnya sendiri.
b. Menuju
suatu kemakmuran dan kesejahteraan bersama
c.
Menyelenggarakan kesejahteraan dan kemajuan umat manusia.
Melihat pengertian dan tujuan koperasi di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa Koperasi merupakan penyelenggaraan sistem ekonomi yang sesuai
dengan ajaran Islam, karena ekonomi Islam adalah ekonomi yang berpihak kepada
pengembangan, nasib masyarakat banyak dengan memupuk kebersamaan dan
kekeluargaan.
Koperasi
diselenggarakan berdasarkan azas dan sendi koperasi, yaitu:
1. Saling tolong menolong. Azas ini
merupakan sesuatu yang membedakan koperasi sebagai pelaku ekonomi dalam
masyarakat dengan pelaku ekonomi lainnya. Dalam ajaran Islam tolong menolong merupakan
perilaku yang sangat dianjurkan untuk dilakukan oleh umatnya, firman Allah :
"….Dan tolong
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. " (QS. Al-Maidah, 5 : 2)
2. Tanggungjawab. Atas ini mengandung
arti bahwa dalam koperasi terdapat tuntutan
bahwa anggota maupun pengurus
dituntut untuk-bertanggung jawab terhadap hak dan kewajiban sebagai anggota
maupun resiko-resiko dan tanggungan-tanggungan yang diakibatkan oleh usaha
koperasi. Segi tanggung jawab dalam ajaran Islam merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari kehidupan setiap orang. Keadilan dalam bidang ekonomi
merupakan azas dalam koperasi di mana kesempatan untuk meningkatkan bagi
seluruh anggota yang diatur berdasarkan aturan yang berdasarkan rasa keadilan.
Setiap anggota memiliki hak dan kewajiban yang sama dan seimbang terhadap
koperasi serta memiliki kesempatan yang sama pula dalam memanfaatkan koperasi.
3. Ekonomis. Dalam koperasi persoalan
efisiensi dan efektifitas diukur dalam hubungannya dengan kesejahteraan
anggota.
4. Demokrasi. Dalam koperasi rapat
anggota merupakan forum tertinggi dalam mengambil kepulusan. Di sini seluruh
anggota bergabung secara bersama-sama berdasarkan kesamaan sebagai anggota
koperasi membentuk pengaturan koperasi secara demokrasi.
5. Kemerdekaan. Koperasi adalah kumpulan
anggota yang bersifat sukarela dan mencakup penerimaan tanggung jawab
keunggotaan dan kebebasan perkumpulan koperasi untuk membuat keputusannya
sendiri dan mengolah masalahnya sendiri Pendidikan. Koperasi dapat diperankan
sebagai cara untuk menyampaikan pengertian dari suatu gagasan yang melandasi
tindakan koperasi untuk meningkatkan kapasitas keanggotaan dan mengatasi
masalah-masalah sosial dan ekonomi dengan suatu cara yang efisien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tulis pertanyaan dan komentar anda disini